Menanti Hujan Teduh

Isti Anindya
Chapter #45

44A (Sudut Pandang Aditya)

Hari Pernikahan.

        

Pagi ini pukul sembilan akad nikah antara aku dan Widuri akan terlaksana. Semalam saat aku sampai di resort ini aku sengaja tak mengabari Widuri di kamarnya, biar berasa bahwa calon pengantin memangnya harus di pingit dan tidak saling bertemu sebelum hari H.

“Mas Bima kelihatan gagah banget loh ini!” celetuk Wimala sambil menimang bayinya, sedangkan Pram masih sibuk mengurusi rambutnya yang harus selalu terlihat rapi.

“Oh ya Mala, semalam sempat ketemu Mbak Widuri?” tanyaku penasaran.

“Duh, aku nggak sempat mas, soalnya Atala rewel banget, jadi aku sama Pram enggak makan malam sama yang lain,” jawab Mala sambil jalan ke luar mencari seseorang.

“Coba aku tanya Mbak Manda ya di kamar sebelah!” aku mengangguk.

“Kenapa Mas Bima? Takut Mbak Widuri menghilang lagi? Tenang aja, nggak bakal kok. Insya Allah ini harinya!” ujar Pram menepuk bahuku. Entah mengapa ledekannya itu mengingatkanku pada kejadian belasan tahun lalu. Saat dalam keadaan gerimis aku menenteng lukisan untuk Widuri.

“Mas, Mbak Manda semalam nggak lihat Mbak Widuri sih, mungkin dia sudah tidur dan harusnya memang begitu, calon manten kan? Ini Mbak Manda lagi cek penata rias yang baru datang, dia akan menemani Mbak Widuri dandan,” ujar Mala menenangkanku. Tapi, jam segini masa Widuri belum didandani?

Setelah aku, Pram, dan Mala siap, kami memilih langsung menuju venue  acara untuk mengambil beberapa gambar baik foto dan video, sambil menunggu undangan datang. Akad yang akan dilakukan satu jam lagi, hanya akan dihadiri oleh keluarga terdekat dan para sahabat. Sedangkan resepsi siang untuk semua kolega, tidak terlalu banyak, tapi setidaknya ini akan menjadi momen pernikahan yang hangat.

Dalam nuansa putih dan biru muda, tempat ini di sulap menjadi tempat dengan dekorasi yang sangat indah. Aku melihat Naraya menggambar sesuatu di samping Haris. Keluarga sudah berkumpul dan semua terlihat berbahagia. Aku tak sabar menunggu prosesi ini. Melihat akhirnya memang Widurilah takdirku. Aku memberikan mahar sebuah lukisan. Lukisan yang aku lukis beberapa hari yang lalu. Gambar diri Widuri dan keluarga kecil kami nanti. Semoga bisa menjadi penghias yang menenangkan dalam rumah kecil kami di belakang galeri.

“Pram, ke sini deh!” Manda menarik adiknya yang sedang mengambil foto. Mereka sepertinya sedang membicarakan hal yang serius. Firasatku mulai tak enak. Aku mendekati mereka.

Lihat selengkapnya