Menanti Hujan Teduh

Isti Anindya
Chapter #46

45W (Sudut Pandang Widuri)

Sehari sebelum hari Pernikahan.

“Atas nama ibu Widuri Elok Rembulan.” ujar suara petugas dari bagian farmasi memanggilku. Segera aku matikan kembali handphoneku dan berjalan bergegas mengambil obat-obatan.

Petugas itu menjelaskan tentang aturan pemakaian obat saat fokusku tengah berpergian ke mana-mana. Aku sudah tak tahu lagi, apakah besok aku akan benar-benar menikah atau aku? Tiba-tiba aku mengeluarkan cairan dari hidung.

“Bu, ya Allah itu hidungnya! Eh, tolong ibu ini!” ujar petugas sambil mengambilkan beberapa lembar tisu untuk menyumbat cairan bening yang keluar begitu saja.

Aku memberikan tanda pada mereka dan pengunjung lain, bawa ini tidak apa-apa dan sudah biasa. Kerudungku basah. Dan aku memilih menutup hidung dengan tisu lalu bergegas pergi meninggalkan rumah sakit.

“Pak bisa minta tolong taksinya?” pintaku pada bagian vallet yang biasa memesankan taksi untuk pasien di sini. Bapak itu mengangguk sambil bingung memperhatikanku yang masih menutup hidup dengan tisu.

Tak berapa lama, taksi datang. Aku menanyakan ke bapak itu, apakah biasa membawa penumpang ke luar kota? Beliau mengangguk dan menanyakan mau kemana? Aku menjelaskan tujuanku dan beliau menyanggupi. Entah mengapa tiba-tiba aku teringat pada Eyang Sri. Beliau sekarang mungkin sudah 70 tahun. Semoga beliau dan suaminya masih hidup.

Dalam perjalanan aku beberapa kali menatap handphoneku, ada keraguan yang mengrongrong. Di satu sisi aku ingin menghidupkan handphone dan mengabari Adit, tapi di sisi lain aku harus memaksa diriku untuk kembali tega. Maafkan aku Dit! Aku harus melakukan ini untuk kedua kalinya. Mungkin memang aku egois, menghancurkan mimpi kita. Menghancurkan niat baikmu untuk masa depan yang indah. Tapi benar yang Alia katakan. Bisa jadi ini hanyalah kebahagiaan semu yang tampaknya indah. Dengan kondisiku seperti ini, apa benar aku akan bisa membahagiakanmu. Kondisi Widuri yang sakit-sakitan dan tak bisa memiliki anak lagi. Dalam keadaan seperti ini aku harus realistis. Aku percaya, kelak kamu akan menemukan cinta yang lain Dit! Sekarang kamu hanya perlu belajar untuk melupakanku.

Maafkan aku Dit! Aku tidak menepati janji untuk tidak menghilang lagi. Maaf cara ini terlihat sangat menyakitkan. Tapi suatu saat kamu akan mengerti. Memang sebagian besar orang berpikir cinta itu harus diperjuangkan, tapi bagiku terkadang cinta itu juga harus dikorbankan untuk kebaikan di masa depan. Dan maafkan aku dengan sengaja mengorbankan cinta ini. Semoga kamu di sana kuat!

---

Ketep, Magelang.

        

Lihat selengkapnya