Sentolo, 1956
Matahari baru saja tenggelam kala Suyono tiba di rumahnya. Setelah mandi dan berganti pakaian, dia berbincang dengan istrinya di kamar. Entah apa yang dibicarakan hingga wajah Suyono berubah, memerah dan meradang. Dia segera keluar mencari adiknya.
"Ru! Ru!" Teriaknya ke penjuru rumah. Rubi yang sedang mengasuh keponakannya tergopoh menghampiri.
"Ya, Kang?" Sahutnya takut-takut. Kakak pertamanya itu memang terkenal garang, tak peduli meskipun pada adik kandungnya sendiri.
"Dari mana kamu seharian ini?" Tanyanya dengan nada suara keras. Sontak pertanyaan yang lebih mirip teriakan itu membuat anaknya sendiri yang sedang dalam gendongan Rubi menjerit kaget lalu menangis. Rubi tak berani menjawab namun lebih fokus menenangkan keponakan dua tahunnya itu.
"Imaaah, bawa anakmu!" Teriak Suyono pada istrinya. Tergopoh yu Imah menghampiri lalu segera mengambil Dito dari gendongan Rubi.
Kini tinggal Rubi yang menunduk di hadapan kakak pertamanya. Tubuh bocah sepuluh tahun itu gemetar meski tidak tahu di mana letak kesalahannya.
"Ayo jawab! Kemana saja kamu seharian ini?" Ulang Suyono lagi. Rubi meremas kedua tangannya.
"Ke rumah Tini," pelan dia menjawab.
"Buat apa?" Bentak Suyono. Tubuh Rubi semakin gemetar. Bingung antara jujur atau berbohong saja. Rubi tidak tahu jawaban yang mana yang akan diterima dengan baik oleh kakaknya itu.
"Ngapain kamu ke rumah Tini?" Bentak Suyono lagi.