Beberapa orang suka yang klasik dan sebagiannya lagi condong ke arah eksentrik. Pemuda berbaju merah dengan kerah tebal bergaris putih belum menutup toko bunga miliknya. Dia bersenandung ringan, sesekali melihat jam bandul di sudut ruang, dan tidak melakukan apa pun lagi. Rambutnya kering dan angin dari luar yang masuk lewat pintu mengacak-acak sedikit.
Di luar, cuaca pada Desember tidak bisa dikatakan sangat cerah atau terlalu basah. Hujan tidak turun, tetapi langit malam mengancam menjatuhkan air kapan saja. Angin berembus kencang meski tidak sampai menumbangkan pohon atau menerbangkan bungkus plastik di jalan yang sepi. Namun, angin malam ini bisa membalik koran di kaca depan mobil yang terparkir di dekat lampu jalan.
Seseorang keluar dari mobil, menutup pintunya dengan keras kemudian.
"Aku masih sibuk, sangat sibuk. Tolong jangan hubungi aku sampai kasus yang baru aku terima setengah bulan lalu terungkap. Sebaiknya kirimi aku bantuan. Aku hanya punya dua kaki, keduanya laki-laki, cukup berguna, tetapi lamban. Tangan tambahan milikku juga laki-laki. Dia hanya bisa menyetir mobil dan pernah ditilang. Apa yang bisa aku andalkan?" Orang berpakaian aneh bicara di telepon genggamnya, melihat ke seberang jalan, dan menyipitkan mata.
"Aku tidak bisa membantu. Kita kekurangan tim di cabang. Sejak kantor pusat mengalami pergantian kepala, tambahan tangan, kaki, mata, dan sebagainnya menjadi sulit. Siapa yang mengira dia akan mematok standar dewa untuk manusia biasa? Omong-omong, kau di mana? Jika kau berada di La Dev, pastikan untuk mengunjungi Semilir Angin." Suara pria di telepon menjadi jelas karena sepi membungkus La Dev.
"Ya, aku melihatnya." Dia menjawab dan melihat toko bunga di kejauhan.
Papan nama toko itu memang Semilir Angin. Dia berpikir akan melihat nama dengan kata dalam bahasa Inggris atau lainnya. Sangat jarang ada nama toko seperti itu di La Dev.
"Kau beruntung, Nona!" Orang di seberang ponsel bergembira, lalu memutus panggilan begitu saja.
Angin di La Dev lebih dingin saat malam merangkak ke tengah. Dia mengembalikan ponsel ke saku rok jin abu-abu yang sepan dan pendek, kemudian mendesah dan bersandar di mobil. Mata esnya masih terpaku di Toko Semilir Angin.
Nama Semilir Angin ditemukan secara tidak sengaja oleh pemiliknya. Karena dekat dengan laut, angin selalu berembus dari laut ke darat atau sebaliknya meski bukan Desember atau Januari. Pada musim lain, angin berembus lembut, hangat, dan membawa kesegaran di hidung. Karena itu, Semilir Angin diberikan.
Pemiliknya seorang pemuda yang berada di toko dan sedang santai saat ini. Sampai mobil hitam yang menyatu dengan malam berhenti di depan Semilir Angin, pemuda di balik meja kasir keluar.
"Menunggu siapa? Mengapa kau belum pulang?" Orang di dalam mobil bertanya di jendela mobil; tidak turun untuk bermandikan angin malam.
"Nenek pergi ke makam suami ketiganya hari ini. Aku khawatir dia tidak akan kembali cepat. Kau tahu, bukan? Nenek sangat mencintai suami ketiganya. Aku berencana tidur di toko." Pemuda berkaus merah tebal itu menjawab.
Pria di mobil mengangguk, tetapi tidak mengerti sama sekali tentang masalah anak muda itu. Di rumah lebih aman daripada di toko yang berada di zona merah La Dev.
"Tidur di rumahku saja." Dia menawarkan, lalu membuka pintu dan keluar dari mobil.