Sebentar lagi perayaan akhir tahun. Desember lebih bersemangat dari bulan-bulan lain pada tahun ini. Beberapa orang pergi berdoa untuk keluarganya dengan bunga dan dupa di tangan mereka. Lainnya sibuk dengan persiapan akhir tahun yang meriah.
Namun, La Dev tidak melupakan kematian aneh yang terjadi selama dua tahun terakhir. Ada yang mati bunuh diri seperti menikam jantung dengan pisau atau melompat ke sumur. Ada juga yang mati tiba-tiba dengan mata terbuka, tersenyum, dan memegang bunga di tangan.
Karena itu, La Dev bersemangat di luar, tetapi ketakutan di dalam. Orang-orang yang sibuk membawa kengerian di hati masing-masing.
Pelanggan di Semilir Angin bertambah saat mendekati perayaan akhir tahun. Namun, pemiliknya tidak mengharapkan wanita tinggi berpakaian aneh datang malam ini.
"Namaku An. Tiga bulan mendatang, usiaku genap tujuh belas. Orang tuaku sudah tiada dan sekarang tinggal bersama Nenek Uwi di Kompleks Eden, La Dev. Aku tidak kenal orang yang bernama Sihong, tetapi pernah melihat orang di foto. Dia membeli satu buket mawar merah pada pukul delapan pagi. Tidak ada yang bersamanya ketika masuk ke tokoku. Dia sendiri, tetapi sempat menelepon seseorang ketika masuk. Dia berkata bahwa sebentar lagi perayaan dan harus ke makam keluarga di La Dev. Hanya itu." Dalam satu tarikan napas, Pemilik Toko Semilir Angin menjawab Nolan.
"Di mana makam umum di La Dev?" Nolan memutari An, si pemilik toko, dan menatap dari sudut yang lebih tinggi.
"Menara Kubur atau Pemakaman, itu nama tempat yang dijadikan makam umum di La Dev. Terlalu banyak kubur di sana, tetapi itu bukan alasan dari namanya. Ada sebuah menara di tempat itu. Menara kuno yang dikatakan mistis." An kooperatif, tetapi sekarang menelan mentah-mentah kemarahan dalam perutnya.
Nolan mengangguk, lalu tanpa pamit meninggalkan Semilir Angin. Dia menghilang dalam kegelapan dan meninggalkan jejak hening di toko bunga.
Aroma anggrek memenuhi udara. An bisa merasakannya di hidung, mulai menyelimuti tubuhnya. Tiba-tiba, wajah remaja yang tampan itu memerah dan tangan ramping memukul lengan kursi rotan hingga patah.
"Detektif polisi sialan! Nolan, semoga kau bertemu hantu jahat dan dimakan hidup-hidup!" teriak An saat berdiri, lalu berbalik, masuk ke toko, dan membanting pintu hingga kacanya retak.
Pemuda yang biasa tenang menghadapi berbagai karakter pembeli bunga sekarang kehabisan kesabaran. Jika bisa, dia ingin menelan Nolan dan mencernanya di lambung sampai habis.
Sialnya lagi, memarahi orang telah mengusir kantuk An dan menambah beberapa beban di kepala.
Toko Semilir Angin miliknya memiliki kamar tidur dan dapur. Bisa dikatakan sebagai rumah kedua. Kamar dilengkapi penghangat ruangan tanpa pengharum apa pun, tempat tidur satu orang dengan selimut putih, dan lemari di dekat jendela.