Sudah lewat tengah malam di La Dev. Sihong, pelanggan di Semilir Angin, berada di kamar mayat sebuah rumah sakit. Hari ini, Sihong tidak punya teman tidur. Mayat itu sendirian karena telah diatur oleh Nolan sebelumnya.
An sangat mengantuk saat tiba di rumah sakit. Namun, dingin dari kamar mayat tiba-tiba membuka matanya. Dia membenci perasaan berada di gurun es dan memaksa diri untuk tidak mengutuk.
Nolan membawanya ke ruang mayat tanpa bicara. Dalam diam pula, dia membuka setengah kain penutup jasad sehingga luka tusuk yang membiru menjadi jelas. Di bawah cahaya lampu, lukanya cukup membuat orang tidak nyaman. Meski tidak ada lagi darah, titik tusukan masih mengerikan.
Luka Sihong cukup dalam dengan lebarnya sebesar benang dan panjang setengah jari telunjuk orang dewasa. Posisinya lebih ke kiri bagian atas sehingga sejajar dengan ketiak. Luka tusuk ini yang membuat Sihong sekarang menjadi pucat, dingin, dan kaku.
Pagi yang lewat, An masih melihatnya sebagai manusia hidup dengan senyum ramah dan kata-kata teduh. Dia tidak menyangka, setelah berpisah, Sihong akan berakhir seperti ini.
"Aku berharap jiwanya tenang di alam sana. Nolan, tolong pergilah ke kematian dan sampaikan doaku." An berkata sedih, kemudian melihat Nolan.
Nolan tidak bisa menahan tawa. Sekali lagi, An secara tidak langsung menginginkan kematian untuknya. Dia jadi berpikir, pemuda ini benar-benar punya mulut yang bisa menggetarkan dunia.
"Bagaimana dia mendapatkan luka tusuk ini?" An bertanya setelah membiarkan Nolan tertawa puas.
"Menurut orang-orang di Cabang La Dev dan dua kakiku, dia mati bunuh diri." Nolan menjawab saat wajahnya kembali serius.
"Aku pikir tidak. Dia dibunuh. Orang ini pernah bertemu denganku sebelumnya. Dia membeli bunga mawar merah di toko. Ketika menerima bunga dan membayar harganya, dia menggunakan tangan kiri. Sihong kidal dan lukanya berada di sisi kiri dada. Apakah orang yang bunuh diri menggunakan tangan kiri untuk menusuk dada kiri? Jika aku jadi Sihong, aku akan menusuk diriku di dada kanan karena posisi jauh lebih mudah agar lengan tidak tertekan ke belakang dan gerakan tidak terhambat. Kecuali, dia sebenarnya tidak berniat bunuh diri, ragu-ragu, atau ingin menyesatkan orang. Pikirkan?" An menjelaskan dalam satu napasnya.
"Kantor kami kekurangan orang setelah tiga tahun kepala baru itu memimpin. Raja Agung kami mematok standar dewa kepada manusia biasa. Benar-benar meresahkan. Dia juga memecat beberapa orang, menurunkan pangkat setengah dari kami, dan mengomel hampir setiap hari. Rasanya bekerja di La Dev dan jauh dari Yang Mulia Raja Agung sangat menyenangkan." Nolan berkata dengan sedih yang dibuat-buat.
"Apa hubungannya itu denganku? Kau pikir Yang Mulia Raja Agung kalian akan menerimaku seperti emas ke ruangannya? Aku khawatir dia akan menendangku sebelum tiba di halaman saat tahu aku berusia enam belas." An tidak simpati sedikit pun.