Tiga anggota Nolan telah mendengar penjelasan An dan diam-diam menarik napas untuk membawa masuk perasaan aneh.
Mereka tertekan, lega, tegang, dan kagum pada waktu yang sama. Namun, sulit mengungkapkan ketiganya sekaligus. Belum lagi, An tidak memperhatikan mereka dan berbalik untuk menghadap Nolan. Semua berlalu begitu saja seolah-olah tidak ada yang penting.
"Kita kembali ke Semilir Angin dulu. Aku butuh istirahat." An berkata kepada Nolan dengan keluhan di wajahnya.
Tepat pada saat itu, ponsel An berdering dan panggilan dari Venn masuk. Seharusnya, dia sudah terbiasa dengan kehadiran Venn sebagai kakak. Namun, semakin lama mereka mengikat persaudaraan, semakin An merasa ingin menjauhi Venn. Dia memiliki kekhawatiran dan selalu tidak nyaman jika Venn di sisinya. Lebih mengkhawatirkan lagi saat perasaan itu datang tanpa alasan yang bisa dijelaskan.
An menolak panggilan. Nolan menuruti permintaan anggota termudanya. Tiga yang lain menggunakan mobil sendiri dan Nolan menarik An ke kendaraannya. Tanpa basa-basi, mereka meninggalkan tempat parkir rumah sakit.
Di jalan, An diam dan Nolan menyempatkan diri melihatnya dari waktu ke waktu. Setengah perjalanan, selama itu pula Nolan melakukan aksi bodoh yang membuatnya diwaspadai.
"Mengapa melihatku? Aku sadar bahwa wajah yang diwariskan ibuku ini cukup bagus, adil, dan enak untuk dilihat. Kau tidak perlu memuji, tetapi tolong perhatikan jalannya." An memberi wanita tinggi itu tatapan membunuh.
Nolan tertawa, kemudian mengeluarkan senyum mengejek di sudut kiri bibirnya.
"Kau terlalu percaya diri. Wajahmu itu tidak bisa dibandingkan dengan milik ayahmu. Tentu saja, tidak ada yang harus dilihat darimu. Aku hanya penasaran, apa yang tumbuh di kepalamu? Bagaimana kau bisa berpikir sampai ke sana tentang kasus bunuh diri ini? Coba, katakan kepadaku. Jangan khawatir, aku tidak ingin membuat mudah perkara yang lebih kusut dari benang." Nolan menjawab tanpa melepas pandangan dari An.
Jika boleh jujur, Nolan ingin memuji rupa An yang disinari beberapa cahaya lampu dari jalan, juga kemampuan anak itu dalam menyelidiki kasus. Sayang sekali, meski tingginya termasuk dalam rata-rata pria, tetapi dia masih wanita yang gengsi memuji lebih dulu. Lagi pula, An menunjukkan kewaspadaan kepada wanita belum menikah yang menatapnya lama-lama.
"Aku tidak bisa bicara. Tolong, jangan bertanya lagi karena aku tidak bisa menjawabnya." An jengkel dan pura-pura tidur.
Perjalanan ke Semilir Angin berakhir setelah hampir satu jam. Nolan memperkirakan mobil di halaman toko disusul kelompok tiga orang yang datang lebih lama padahal berangkat lebih dulu.
"Dia melanggar lampu merah. Kami ditahan lagi oleh polisi lalu lintas." Xu Frans mengadukan Beinan setelah mereka keluar dari mobil dan memasuki toko.
Beinan melambaikan tangan seolah-olah mengatakan bahwa yang terjadi malam ini bukan masalah besar. Namun, kemudian dia bertemu mata dengan An.