Menara Pemakaman

Jie Jian
Chapter #8

Chapter 8: Menendang Pintu

Nolan memandangi foto keluarga An yang tergantung di dinding kamar. Dalam foto itu, ada anak kecil yang tidak tersenyum, seorang wanita dengan wajah persis An sekarang, dan pria tampan berjas biru tua. Nolan menghela napas kemudian karena merasa sayang tentang sesuatu hal. 

Delapan belas tahun lalu, pria dalam foto memiliki kejayaan yang sempurna. Nolan kecil yang baru memasuki usia sepuluh sangat tergila-gila kepada Jihan, pria yang sekarang hanya meninggalkan kenangan. Nolan menangis, menarik-narik tangan Jihan yang hendak menemui Luxin di pelaminan, dan mengatakan cintanya. 

"Aku mencintaimu! Aku mencintaimu! Jihan, aku tidak mengizinkanmu menikah!" Begitu yang dikatakan Nolan di tengah tamu undangan pernikahan Jihan dan Luxin saat itu. 

Pernyataan cinta anak sepuluh tahun seketika menuai ledakan tawa dari semua orang, bahkan Jihan. Akhirnya, hanya dengan sedikit kata-kata hiburan, Nolan ditenangkan. Namun, dia tidak benar-benar merasakan kelegaan dan melarikan diri sambil menangis. 

Butuh beberapa waktu untuk Nolan melepas Jihan yang kemudian menjadi ayah dari anak laki-laki bernama An. Ketika mereka bertemu lagi, Nolan masih menyimpan kekecewaan dan kemarahannya. Namun, apa yang bisa dilakukan oleh remaja awal terhadap pria beristri? Nolan mengubur cintanya dan memutuskan jalan sendiri. 

Sayangnya, Jihan tidak hidup lama, begitu juga Luxin. Insiden penembakan presiden oleh pembunuh yang diberi inisial X menjadi misi terakhir Jihan dan Luxin. Keduanya meninggal dunia, meninggalkan An yang saat itu dirawat di rumah sakit setelah diketahui mengidap sindrom hyperthymesia.

Sekarang, Nolan tidak tahu tentang perasaannya. Dia masih mengagumi Jihan, tetapi cinta dan suka, tidak lagi sama seperti dulu. Nolan hanya berpikir bahwa inilah keberhasilan. Dia telah melepas Jihan.

"Nolan, apa kau masih mencintai pria itu? Jika iya, pergilah kepadanya dan katakan sekali lagi bahwa kau mencintai sampai ke titik tidak mau menikah." An menurunkan kemarahan dan berkata sambil melipat tangan di dada. 

"Percuma. Jika aku pergi, Luxin pasti menendangku dari alam kematian." Nolan berbalik, kemudian mengamati kamar milik An. 

Sejak kematian Jihan dan Luxin, Nolan berpikir jika kehidupan An akan sulit. Ternyata dia salah. Bibit Jihan ini benar-benar bakat dari generasinya setelah tumbuh. An bahkan mengatasi semua masalah yang muncul akibat hyperthymesia dan makan dengan normal meski menyimpan ingatan tentang berbagai hal menjijikkan, juga menyakitkan. 

"Apa ini markas yang kau buat sendiri? Apa Venn mengetahuinya?" Nolan bertanya ketika duduk di tempat tidur An yang khusus untuk satu orang. 

Seperti kebiasaannya, Nolan membuat nyaman diri sendiri di kamar orang lain. 

Untuk menghadap jenis manusia seperti wanita tinggi yang menyilangkan kaki di ranjangnya, An harus menelan mentah-mentah amarah dan niat memakan orang. 

"Apa yang tidak diketahui Venn tentang aku? Besok kita akan melihat korban selanjutnya. Beberapa hari terakhir, dia mengunjungi Menara Pemakaman, tetapi tidak membeli bunga di tempatku. Seorang wanita muda yang bercita-cita menjadi model. Venn mengenalnya." An berkata tanpa melihat wajah menyebalkan Nolan. 

"Mengapa selalu ada Venn dalam setiap pembicaraanmu? Aku tidak memiliki kelainan otak seperti dirimu, tetapi kau pasti menyebut Venn dan orang itu akan datang. Mengapa?" Nolan bertanya, memainkan jari-jarinya di atas paha, dan menggoyangkan satu kaki. 

Lihat selengkapnya