Nolan selalu menjadi nomor satu dalam hal kecepatan jika dibandingkan dengan An. Namun, dalam hal ini, dia kalah.
Permen sudah di mulut Nolan dan aroma serta rasa kopi menyentuh indranya. Secara tidak sadar, Nolan menyapukan lidahnya ke bibir dan ujung jari An ikut terkena serangan itu.
An terkejut dan spontan menarik tangannya. Dia menunduk saat diam-diam menggigit bibir.
"Mengapa kau melakukan ini?" tanya Nolan yang terpaksa menikmati permen dan memadamkan bara di ujung rokoknya.
"Kau wanita. Seharusnya kau tahu cara menjaga kesehatan diri. Apa kau tidak ingin melahirkan anak untuk suamimu kelak?" An menjawab ketika berhasil meraih ketenangan kembali.
Nolan terbahak-bahak saat mendengar kata 'melahirkan anak untuk suamimu kelak'. Benar-benar lelucon baginya, tetapi kemudian dia sadar bahwa An sedikit perhatian.
"Selagi pria itu bukan kau, aku tidak perlu cemas. Omong-omong, hujan." Nolan menjawab dan melihat hujan deras mengguyur La Dev.
Tidak ada yang tahu kapan dan di mana An melihat ramalan cuaca kemarin, tetapi perkataannya tepat. Hari ini hujan pada pertengahan Maret. Bukan yang pertama, tetapi kali ini jauh lebih deras dari hari-hari sebelumnya.
"Jika dugaanku benar, hari ini pengunjung Menara Pemakaman akan meningkat." An berkata saat matanya menggambarkan jejak kelicikan.
"Ini hujan. Mengapa orang-orang ingin mengundang penyakit dengan membasahi tubuh mereka?" Nolan belum memahami alur pikiran pihak lain yang serius.
"Mereka percaya bahwa saat hujan, Dewi Keberuntungan sedang sedih dan menandakan akan ada duka. Hujan berarti air mata langit," jelas An sambil mengetuk meja keramik seputih susu dengan jari tengahnya.
"Namun, hari ini dan seterusnya, mungkin pelangganku akan berkurang," lanjut An.
"Mengapa kau berpikir demikian? Juga, dari mana kau belajar tentang hal-hal berbau mitologi seperti itu? Venn ...?" Nolan bertanya, tetapi sebenarnya tidak begitu ingin tahu.
"Beinan, dia buta warna. Selain mengemudi dan memasak, apa yang bisa dia lakukan? Tidak mungkin kantor memperkerjakan orang tanpa bakat. Yang Mulia Raja Agung pasti mengetahui kemampuan orang ini." An bertanya, lalu melihat Nolan yang menggigit habis permen kopi.
"Dia pandai menyusup. Xu Frans lebih bisa diandalkan dan Enriko memiliki tangan emas untuk mengubah seseorang menjadi orang lain." Nolan menjelaskan sekaligus.