C. Ia Menikah Lebih Dulu
Salah satu konsekuensi mempunyai perasaan terhadap lawan jenis sebelum waktunya adalah bersiap–siap jika ternyata dia bukan jodoh yang Allah takdirkan untuk kita. Lalu, apakah salah jika kita jatuh cinta? Tidak, sama sekali tidak. Cinta memang kerap hadir begitu saja, tanpa sempat kita waspadai kedatangannya. Namun, bisa juga saat kita sudah waspada, kita tetap tak mampu mengelak atau lari darinya.
Dalam surat cinta-Nya disebutkan bahwa ketertarikan pada lawan jenis merupakan tanda-tanda kekuasaan-Nya.
“ Dan di antara tanda–tanda kekuasaan-Nya, ialah Dia menciptakan untukmu istri– istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar–benar terdapat tanda–tanda bagi kaum yang berpikir.” (Qs Al-Rûm [30]: 21).
Dalam konteks ini, bukan mempertanyakan apa perasaan kita salah atau tidak, melainkan bagaimana cara mensyukuri perasaan jatuh cinta itu sendiri. Sudah jelas bukan, bahwa rasa cinta yang Allah berikan kepada kita haruslah kita syukuri. Betapa naifnya kita selama ini, yang tanpa sadar merasa sedih karena cinta kita tak terbalas, dan justru malah “mengutuk” perasaan itu sendiri.
Saat kita mengerahkan seluruh perasaan untuk menyukai seseorang, sudah pasti timbul pula harapan untuk memilikinya seumur hidup, yang kemudian ditunjang dengan doa agar Allah mengabulkan keinginan-keinginan itu.
Saat takdir berkata lain dari apa maumu, kau tentu akan sedih dan kesulitan menerima kenyataan itu. Kita terkadang lupa, bahwa Allah memberikan yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan, sehingga tidaklah benar jika kita mendikte Allah, memintanya agar memenuhi segala keinginan yang bisa saja amat merugikan kita. Jadi, apa pilihanmu? Apakah kau akan terus menyalahkan takdir atas kandasnya kisah cintamu?
Untuk hati yang belum mampu membuka kembali, membuka hati untuk yang baru memang bukanlah hal yang mudah. Sebab, itu tak hanya membutuhkan waktu, tapi juga membutuhkan niat dan keberanian yang baru. Jika hari ini belum bisa membuka hati, tak mengapa, kita berhak mempunyai waktu untuk menikmati sepi dan merayakan kesendirian, agar lebih dekat lagi de-ngan Illahi Rabbi.
Terimalah kenyataan itu meski terasa seperti sebuah mimpi buruk. Sadarilah, bahwa seseorang yang dulu kita inginkan menjadi pendamping hidup itu kini telah menjadi milik orang lain. Jangan lagi tersisa harapan kepadanya. Mungkin dia memang ditakdirkan hadir di hidupmu hanya sekedar menguji perasaan, karena ujian terberat bagi seseorang di tengah kesendiriannya terletak pada perasaannya.
Banyak orang berkata, meninggalkan dan ditinggalkan adalah bagian dari pertemuan, tapi kurasa ini tidak berlaku bagi hati yang tengah terluka. Sebab, tidak bersatu dengan seseorang yang dicintai itu rasanya amat menyakitkan. Terlihat cengeng memang, tapi tidak apa–apa, ini hanya soal waktu. Sejatinya, Allah yang mendatangkan cinta, mengambilnya, dan Allah pulalah yang akan menyembuhkan luka yang bersarang di hatimu.
“Lepaskanlah, yang harus pergi, biarkan pergi. Yakinlah, bahwa Allah akan menggantikan dia yang pergi dengan seseorang yang jauh lebih baik.”
Mungkin kalimat motivasi itu pernah kita dengar, terdengar klise memang, tapi coba amati dan resapi maknanya, maka kau akan sedikit tercerahkan. Ya, pada intinya, kita harus mengikhlaskan perpisahan yang terjadi dan harus pula berharap bahwa setelah perpisahan itu, pastilah Allah akan mempertemukan kita dengan seseorang yang lebih baik.
Jika hati itu benar sudah terkunci rapat karena tak ingin membuka pintu luka yang berikutnya, maka hal pertama yang harus dilakukan ialah memaafkan diri sendiri. Mungkin kita tidak sadar bahwa selama ini kita sudah bertindak sangat dzalim kepada diri sendiri. Coba renungkan sejenak. Rasa sakit dan terluka itu bisa bersarang abadi hanya karena kita yang mengizinkan diri kita untuk menikmati rasa sakit itu.
Jika saja kita bisa tegas dengan tidak terlalu memikirkan dan tidak mengizinkannya terjadi, tentu ia tidak akan terluka begitu dalam. Kesalahannya ialah kita terlalu fokus pada luka, bukan pada hikmah. Tapi jika sampai detik ini luka itu masih terasa, tak mengapa. Ingat rasa sakit itu, lalu maafkan. Biarkan duka itu sembuh bersama waktu. Berdoalah, minta kepada Allah agar menyembuhkan duka di hatimu.