Waktu berlalu, kini semua telah menerima yang terjadi, walau ada yang kurang, kegiatan disekolah berlangsung seperti biasa, siang itu dihari Rabu, Ardana mendekati Novia diemper ruang komputer.
Senyam-senyum, “ Belum pulang Novia “, ucap Ardana.
Menatap biasa, posisi duduk, “ Belum, sudah biasakan aku luangkan waktu lima belas menit sebelum pulang nulis “, ucap Novia.
Lalu duduk disebelah Novia, Ardana terihat memendam kesedihan.
“ Ar kamu ada masalah ?”, tanya Novia.
Seyum lebar, “ Aku baik-baik saja “, ucap Ardana.
Menatap serius, “ Jangan bohongi aku, aku tahu kau masih belum percaya semua itu “, ucap Novia.
Senyum lebar, “ Apa, jangan sok tahu deh, kalau tahu coba bilang “, ucap Ardana.
Menghela nafas, “ Kehilangan sahabat untuk selamanya “, ucap Novia.
Ardana terunduk, kesedihannya tidak bisa ditutupi dihadapan Novia.
Membujuk, “ Katakan Ar tidak selamanya kamu pendam, kalau kamu mau cerita akan aku dengarkan, mungkin kakau bisa aku beri solusi “, ucap Novia.
Masih tertunduk, “ Cara bicaramu sama seperti Suas, dia orang yang paling memahami aku, bahkan dia rela berkorban demi orang lain “, ucap Ardana sedih.
“ Jangankan kamu, aku yang baru berteman dengan dia, sedih kehilangan orang sebaik itu “, ucap Novia.
Melirik dalam tundukan, “ Lalu kalau kamu sedih kenapa tidak menangis “, ucap Ardana.