Hai, Kancil!

andra fedya
Chapter #3

2. TRADISI DI WARMES

Malamnya, Kancil menelepon ke rumah Seruni sesuai janjinya, tujuannya adalah untuk meminta maaf. Namun, tujuan baik itu tidak berakhir sesuai harapan. Mereka malah putus, dan itu Kancil-lah yang memutuskan. Itu dikarenakan Seruni yang marah dan benci dengan perlakuan Kancil yang tidak mengejarnya saat di Warmes, jadi berani mengata-ngatai Kancil dengan panggilan "Anjing", "Tai" dan sebangsanya. Kata-kata yang tidak pernah Kancil duga akan keluar dari mulut seorang Seruni, gadis yang selama ini dikenalnya sebagai sosok penurut dan lemah lembut.

Balas Kancil setelah Seruni puas memaki-makinya: Kalau kamu bilang Kancil anjing, kasian, kamunya pacaran sama anjing. Kalau kamu bilang Kancil tai, kasian, kamunya pacaran sama tai. Jadi, lebih baik kamu pacaran sama manusia ... Jangan sama anjing, tai, atau Kancil ....

Seruni menangis. Cukup histeris saat itu. Tapi, Kancil sudah tidak mau membujuk. Bagi Seruni dia hanyalah Anjing dan Tai, serendah itu gadis tersebut memandangnya. Jadi, ya sudah, ia akan merelakan Seruni bersatu dengan orang yang kelak bisa memuliakannya.

Kancil juga jadi merenung, mungkin selama ini Seruni memang menahan-nahan diri menampilkan sifat aslinya. Karakter asli Seruni baru keluar, setelah ia dipicu sedikit kemarahan. Oleh kecemburuannya pada Ayu.

* * *

Setelah Kancil membayar biaya telepon di wartel, dia kembali bergabung dengan anak-anak yang sedang duduk-duduk di depan pagar Warmes. Ada lebih dari dua puluh orang saat itu. Karena hari itu memang malam Minggu, jadi anak-anak berkumpul. Biasanya, menjelang tengah malam, jumlahnya malah akan semakin banyak.

Maman muncul lima belas menit kemudian, berjalan kaki dari arah perempatan. Dia menjinjing dua keresek besar. Setelah sampai, Maman mengeluarkan isinya. Ada camilan kiloan dalam beberapa plastik bening berupa kuaci, kacang kulit, keripik pisang dan keripik tempe. Semuanya dalam jumlah banyak.

"Eh, iya! Selamat ulang tahun!" ucap Kancil. Ia baru ingat kalau Maman sedang berulang tahun.

"Eh, sori, Man! Poho, euy!" kekeh Sandru. Poho itu artinya lupa.

Semua lalu langsung gantian menyelamati Maman yang berulang tahun pada hari itu.

"Pantes da lagi ulang tahun," kata si Poek. Anak yang terkenal karena tubuh mungil dan kulit gelapnya. "Poek" sendiri artinya gelap dalam bahasa Sunda. Ialah yang menjuluki dirinya sendiri dengan panggilan tersebut. "Padahal biasanya si Maman mah pedit." Pedit itu artinya pelit.

Maman mengacungkan jari tengahnya yang berkuku panjang pada si Poek yang tertawa-tawa. Sebelum kembali sibuk membuka kemasan makanan supaya bisa dinikmati bersama.

"Cil, gimana sama si Seruni, udah beres?" tanya Maman yang duduk di sebelahnya.

"Udah putus tadi," jawab Kancil sambil menyalakan rokok.

"Euh, sayang," komentar Maman. "Seruni cantik."

"Iya, wajahnya cantik. Tapi hatinya, hanya Allah yang tau," kekeh Kancil.

"Bukannya nangis malah ketawa! Berpisah mah harus sedih!" tegur Maman dengan dramatis serta sedikit menambahkan gerakan teatrikal. "Ketika putus cinta, wajib hukumnya menghargai sedikit kenangannya. Seenggaknya mah sampai malam Minggu berikutnya." Maman tahu-tahu langsung berdiri. "Si Kancil putus sama si Seruni, euy!" Maman memberi pengumuman dengan gamblang.

"Kita mengheningkan cipta dulu atuh, eeeuy!" kata teman Kancil yang bernama Ahmad. Ia adalah anggota geng yang merupakan anak pejabat tinggi di salah satu Kabupaten Bandung. Meski ayahnya orang penting, dia lebih suka jadi dirinya sendiri yaitu jadi anak geng.

"Buy, gitarin, Buy," pinta yang bernama Sandi kepada anggota lain yang bernama Ibuy. "Lagu Merry Andani, Pedang Pembunuh Naga."

"Wokeh!" sahut Ibuy yang sudah memegang gitar sejak tadi.

Memang, itulah lagu patah hati resmi di Warmes. Lagunya Merry Andani, original of soundtrack serial mandarin lawas Pedang Pembunuh Naga atau To Liong To. Serial tersebut pernah sangat populer di tahun 2000-an.

Lihat selengkapnya