Hai, Kancil!

andra fedya
Chapter #9

8. SETIAP ORANG PUNYA KISAH HIDUP

Bandung, Juni 2002

230 hari sebelum Kancil bertemu Jihan ....

Kancil pernah berandai-andai, andaikan dia punya keinginan kuat untuk belajar, menghabiskan waktu di kelas sambil serius mendengarkan guru, atau bergaul dengan para aktivis sekolah yang pintar dan kritis; dia pastinya, akan punya raport yang membanggakan orangtuanya, yang bisa dipamerkan atau malah dimuseumkan. Dia pun barangkali akan berani mencalonkan diri menjadi ketua OSIS, dipanggil guru untuk diajak berdiskusi mengenai masa depan sekolah. Hidupnya akan menjadi bermanfaat versi yang disepakati mayoritas orang: jadi anak teladan, kebanggaan orangtua.

Tapi kemudian, dia sadar, kalau itu hanyalah khayalan yang ketinggian. Menjadi murid pintar dan membanggakan, tidak akan membuat Pak Bambang memperlakukannya dengan lebih baik. Kancil tahu itu, karena dia pernah mencoba untuk menjadi anak baik. Dia rajin sekolah, giat belajar dan tidak suka keluyuran. Tapi Pak Bambang tetap memukulinya tanpa ampun jika sedikit saja dia berbuat yang tidak sesuai harapan.

"Maaf, Pak, saya nggak sengaja," ucap Kancil ketika ia tidak sengaja menjatuhkan gitar kayu Pak Bambang.

"Dirusakkan? Dirusakkan?" geram Pak Bambang seraya merebut gitar itu dari tangan Kancil. Sebetulnya, hanya body gitar itu yang jadi tergores, sama sekali jauh dari kata merusakkan. "Ambil barang orang sembarang. Tempeleng kamu mau? Mau saya hajar?"

Pak Bambang bertanya, tapi dia tidak pernah menunggu jawaban untuk melakukan apa yang ingin dia tumpahkan. Pukulan keras pun mendarat bertubi-tubi di pipi Kancil.

Saking bengkaknya wajah Kancil karena hantaman itu, Kancil sampai harus bolos sekolah berhari-hari. Pak Bambang sendiri yang menulis surat izin Kancil untuk sekolahnya.

Wajahnya sakit, kepalanya pening dan pandangannya berbayang selama beberapa hari. Tapi tidak seperih luka di hatinya yang tak akan hilang selamanya oleh perlakuan tak manusiawi itu.

Namun, ketika Kancil merenungkan kembali nasibnya itu, dia merasa dia jadi pribadi yang tidak bersyukur. Padahal, kalau dia tarik garis lurus, kekerasan yang dialaminya di rumah sejak ibunya menikah dengan Pak Bambang, mengantarkannya bertemu dengan teman-temannya yang sekarang. Yang membawa gempita, keseruan, dan tawa dalam hidupnya.

Kalau Pak Bambang tidak suka menghajarnya, hari itu dia tidak akan pernah marah dan mencoba lari dari rumah. Kejadian yang kemudian mempertemukannya dengan Caesar, Sandru, Sandi dan Kemal. Kalau Pak Bambang baik padanya, barangkali ia tidak akan pernah jadi anak geng. Dan hidupnya tidak akan berwarna seperti sekarang.

Kancil mungkin merasa muram pada satu waktu, meratapi nasibnya yang menyedihkan. Itu wajar, semua orang juga memiliki waktu untuk mengasihani diri sendiri, meski sebetulnya banyak dari mereka yang hanya lupa bersyukur.

Ketika kita merasa jatuh, harus diingat bahwa barangkali kita sedang jatuh di atas kejatuhan orang lain. Kita tidak pernah tahu, orang yang pembawaannya selalu ceria barangkali hanyalah orang yang genius dalam menyimpan kisah pahit.

Ibuy misalnya, meski ia sering tampak santai dan tanpa beban, siapa sangka kalau sebenarnya dia itu punya banyak beban. Ayahnya pernah jadi terpidana kasus perampokan toko emas pada tahun 1993 dan dipenjara selama beberapa tahun. Meski kejadian itu sudah lama berlalu, tetangga di sekitar rumahnya masih sering menggunjingkannya. Bahkan ada yang membahasnya hingga sampai ke lingkungan sekolah Ibuy.

Menurut orang lain, itu mungkin hal biasa, mengungkit masa lalu kelam seseorang dengan tujuan bercanda atau bergosip ringan. Tapi bagi yang diungkit, itu merupakan hal menyakitkan.

Bahkan pernah Ibuy bilang kalau ada perempuan yang dilarang orangtuanya berpacaran dengannya karena ada yang memberitahu soal masa lalu ayahnya.

Waktu Ibuy cerita soal itu, Kancil tidak mau bereaksi seperti mengasihaninya. Karena sahabat, tidaklah bereaksi seperti itu.

"Kalau urang jadi maneh, Buy, itu bakal jadi senjata," ujar Kancil. "Kalau ada yang berani macem-macem, ancem aja nanti rumahnya dirampok sama bapak urang."

Ibuy langsung tertawa. Mungkin bagi orang lain ucapan Kancil terdengar kasar atau berlebihan. Tapi, Kancil juga yakin kalau Ibuy bisa membedakan mana omongan yang tujuannya merendahkan atau menguatkan.

Semua orang pun tahu, ayah Ibuy sudah taubat dan kini sudah menjadi pelatih tae kwon do terkemuka di daerahnya. Tidak ada gunanya merendahkan Ibuy menggunakan masa lalu ayahnya.

Meski Ibuy adalah anak kandung ayahnya, Ibuy adalah seorang individu. Dia seorang Ibuy, bersolo sebagai manusia, yang tidak melakukan kejahatan yang sama dengan yang pernah dilakukan ayahnya dulu.

Lihat selengkapnya