Hai, Kancil!

andra fedya
Chapter #15

14. SUHU

Januari 2003 ....

Setelah Sasa, Kancil sudah berpacaran dua kali lagi, dan putus sebanyak dua kali juga. Ada Adel, yang dipacarinya hanya dua minggu, dan Meta, yang dipacarinya hanya delapan hari. Kedua gadis itu memutuskan Kancil karena menurut mereka Kancil itu terlalu cuek dan lebih mementingkan urusan gengnya ketimbang mereka.

Kancil tidak apa-apa ditinggalkan karena alasan itu, karena memang itulah kenyataannya. Jika mereka menginginkan laki-laki yang setiap saat harus bersama mereka, memuja mereka meski sedang tidak ingin, atau setia mengantar-jemput mereka setiap waktu tapi mengorbankan hal penting lain, mereka salah orang. Kancil tidak mau menurut kalau rasanya itu seperti tekanan melakukannya. Dia sedang menginginkan hubungan yang santai, yang tidak membuatnya jengah. Dia sedang menunggu keikhlasan muncul di dalam hatinya, keikhlasan untuk menyerahkan waktu dan menekan ego tanpa paksaan.

Kata Sandi, yang dicari Kancil itu cinta bukan pacar. Kancil langsung tertawa mendengarnya. Pernyataan itu terdengar konyol. Seharusnya perasaan cinta dan seorang kekasih datangnya bersamaan, bukan?

"Jadi sekarang ini aing lagi haus cinta bukan mau pacaran?"

Sandi mengangguk membenarkan. "Kemarin-kemarin, kamu pacaran tapi tidak mencintai. Jangan-jangan nanti kamu mencintai tapi tidak pacaran."

"Gawat," keluh Kancil namun sembari tidak menganggap itu sebagai hal serius. "Sedih gitu, euy: mencintai tapi tidak pacaran."

* * *

Entah atas nama solidaritas persahabatan yang mana, setelah pembicaraan hari itu, Sandi pun jadi ikut campur berusaha mencarikan sahabatnya tersebut pasangan yang menurutnya sesuai.

Dipikirnya, karena ia sudah berteman selama hampir tiga tahun dengan Kancil, ia pasti tahu tipe perempuan yang akan cocok dengan Kancil.

Ia lalu mengenalkan Kancil pada satu perempuan ke satu perempuan lain yang dirasa akan nyambung dengan Kancil. Perempuan-perempuan itu memang jadi dekat dengan Kancil hingga beberapa waktu. Tapi, seperti yang lalu, hubungan itu kandas sebelum sempat melekat di hati Kancil.

"Sekarang mau dicariin yang gimana lagi?" keluh Sandi ketika ia bertemu dengan Kancil di minggu berikutnya. Saat itu Sandi sudah mendengar kabar mengenai gadis-gadis yang ia kenalkan pada Kancil tapi ternyata hubungannya tidak ada yang berlanjut.

"Yang seperti dirimu," jawab Kancil sambil mencolek dagu Sandi dengan genit. "Yang nggak menyerah padaku walau daku ini gengster tak bermotor."

"Geus gelo si Kancil, Buy," decak Sandi ke Ibuy yang ada di situ.

"Udah, lah, Cil, balikan lagi aja atuh sama si Ayu," seloroh Ibuy ketika Kancil melewatinya.

"Iya, balik sama si Ayu aja. Kan, dia juga bukannya udah pernah ngajak balikan?" timpal Sandi dengan nada seperti orang yang putus asa.

"Emang kenapa sih sama dia? Bukannya dia baik," tambah Ibuy.

"Hmm ... gimana, ya ...." Kancil berekspresi seperti sedang memikirkan saran itu meskipun dia sebenarnya sedang memikirkan hal lain. Hal remeh. Seperti mending merokok atau makan Choki-Choki dulu.

Wajah Sandi dan Ibuy tampak menunggu Kancil mengatakan sesuatu. Tapi ....

"Pending. Pengen pipis dulu, ah," ujar Kancil tak jelas sambil lalu.

"Kasian. Udah menyerah dia sama cinta-cintaan," komentar Sandi seperti betul-betul mengasihani Kancil.

* * *

"Cil, Ayu tadi ke sini," kata Dimas pada suatu sore. Saat itu Kancil baru sampai di Warmes. "Nyariin maneh, kaya ada yang penting."

"Oh, iya," kata Kancil. "Udah ketemu nggak sengaja di deket jalan tembus."

Alasan Ayu saat itu ingin menemui Kancil adalah untuk mengatakan bahwa Ayu sudah jadian dengan seseorang yang Kancil kenal yaitu Davar.

Davar adalah senior Kancil di geng sebelumnya, sebelum ia mendirikan kelompok sendiri dengan Kemal, Sandru, Sandi dan Caesar.

Jadi bisa dibilang, kelompoknya saat ini adalah pecahan dari kelompoknya Davar. Memang, ketika menyatakan keluar, mereka dihajar oleh beberapa anggota di sana, tapi setelah itu, Davar menyatakan bahwa semuanya tuntas di situ. Davar bilang, setiap anggota punya hak masuk dan keluar sekali seumur hidup, yang penting berani bilang dan tidak jadi pengkhianat.

Sampai dengan saat ini, hubungan anak-anak dengan Davar baik-baik saja. Malah, kata Davar, kalau butuh bantuan dia siap bantu. Tapi tentu saja, anak-anak lebih ingin menunjukkan bahwa mereka sekarang sudah mandiri dengan kelompok yang mereka dirikan.

Fakta bahwa Ayu jadian dengan Davar, agak membuat Kancil kepikiran selama beberapa waktu. Dia memikirkan bagaimana hubungan Ayu dan papanya jika papanya Ayu tahu putrinya kembali berpacaran dengan seorang gengster lainnya?

Tapi, kemudian Kancil kembali mengalihkan gangguan itu dengan cara yang sama ia mengalihkan kebosanannya: kembali menjalin hubungan dengan seseorang.

Dia tahu keputusannya menerima permintaan Ayu putus waktu itu adalah yang terbaik.

Sudah banyak yang Ayu korbankan untuknya, dan menurutnya itu sudah cukup. Ayu mungkin tidak tahu bahwa menyakitkan untuk Kancil menjadi alasan untuk luka-luka di tubuhnya. Ia tidak mau lagi ada kejadian seperti itu. Ayu berhak menemukan cinta sejatinya yang mampu melindunginya, membelanya, bukannya malah dibela olehnya.

Dan orang itu barangkali adalah Davar.

* * *

"Suhu," panggil Gandhi ke Kancil pada suatu sore. "Kenapa si Renata angin-anginan sama saya, ya? Sebenernya dia mau nggak sih jadian sama saya? Emang sih rambut saya agak tipis, tapi kan saya juga lumayan manis."

"Coba kamu senyum?" Kancil menyuruh Gandhi senyum.

Gandhi pun mencoba nyengir pada Kancil sampai gigi-giginya kelihatan. "Lumayan manis, kan?"

"Ya, segini sih masih termasuk manis. Tapi, sepertinya karang gigi kamu harus agak disensor. Coba kalau libur, sekali-sekali pergi ke dokter gigi. Sekalian itu yang bolong ditambal, kuman-kuman udah ada yang bikin negara kayanya di situ."

"Ih, jijay! Pasti bau itu, mah," ceplos Tini, keponakannya Tante Warmes yang kadang suka main ke tempat Tante.

Gandhi langsung merapatkan mulutnya karena tengsin. "Solusi yang lain, dong, Suhu, selain tentang gigi saya!"

Lihat selengkapnya