Lusa yang lalu, Sandi datang membawa gadis yang sudah dipacarinya sejak bulan November ke Warmes, namanya Inka. Menurut Kancil, Inka baik dan cocok dengan Sandi. Dia juga asyik anaknya, tidak mudah tersinggung atau gampang ngambek. Karena rambutnya panjang sampai hampir sepinggul, anak-anak suka meledek dia mirip jenglot. Tapi, dia tidak marah dibilang begitu. Malah, sepenuh hati balas meledek. Kadang, balasannya pun lebih menyakitkan.
"Biarin Inka mirip jenglot, daripada Maman udah kepala tiga, tapi nggak ada yang mau. Entah itu karena Maman orangnya jelek, atau nasibnya jelek," ujar Inka. Semua anak yang mendengar itu tertawa. Maman sampai tidak bisa berkata-kata menghadapi kalimat menyakitkan itu.
"Maneh nemu dari mana sih yang kaya si Inka?" tanya Maman esok harinya kepada Sandi. Maksudnya adalah nemu dari mana perempuan jago ngomong dan ngeles seperti Inka.
"Dari khayangan, dong," jawab Sandi bangga.
"Kembaliin," decak Maman galak. "Tuker sama bidadari yang lain! Kalau khayangannya nggak mau nerima lagi, nih, tuker tambahnya sekalian sama si Didi, lumayan bonus."
Didi, yang mana adalah pacarnya Caesar, langsung mukul punggung Maman. "Gue nggak mau ya balik ke khayangan!" kata Didi dengan judes meski maksudnya bercanda. "Di sana wajib pake kemben, gue pengennya pake tank top army!" Didi memang sengaja suka ngomong dengan Maman memakai "gue-lo" padahal biasanya tidak pernah. Itu dia lakukan supaya lebih terasa galak pada Maman.
"Ya Allah, kenapa cewek-cewek yang dipacarin temen-temenku nggak ada yang normal, ya?" keluh Maman sambil memasang muka prihatin.
Begitulah, keseruan lainnya di Warmes yang belakangan terjadi. Kalau tidak Maman bertengkar dengan Inka, ya dia akan adu mulut dengan Didi. Pokoknya, dengan siapapun, Maman yang ujung-ujungnya jadi ditindas.
Meski Sandi sudah lengket dengan Inka, Sandru masih betah menjomblo. Kata Sandru, dengan menjomblo dia tidak terikat pada aturan-aturan wanita yang kadang memusingkan. Dengan menjomblo dia jadi bebas main ke mana pun dan berteman dengan siapa saja tanpa perlu laporan dan ditelisik dulu.
Akhirnya, prinsip Sandru itu juga dianut oleh Kancil. Sudah satu bulan Kancil tidak berhubungan dengan perempuan manapun. Kalau berteman sih masih, tapi memulai hubungan asmara baru, dia belum mau.
"Cil, kita main yuk ke rumahnya Inka," ajak Sandi pada suatu hari.
"Ngapain?" tanya Kancil yang sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk karena dia barusan numpang mandi di rumah Tante. Pompa air di kosannya sedang rusak, baru dibetulkan besok.
"Mau dikenalin ke cewek," kata Sandi. "Tetangganya si Inka. Rame anaknya, lucu, namanya Gadis."
"Namanya bagus, kaya nama majalah," puji Kancil. "Tapi, nggak mau ah kenalan sama dia."
"Kenapa?"
"Takut." Kancil ketawa. "Takut cantik. Nanti suka."
"Ya, bagus atuh kalau suka, jadi maneh nggak jomblo lagi," ujar Sandi.
"Nanti aja kenalannya kalau udah jual HP," kata Kancil lagi.
"Kenapa dijual segala?" tanya Sandi.
"Banyak fans neleponin." Kancil tertawa. "Bukan ketang, nggak punya uang."
Kali ini Sandi yang ketawa. "Minta ke si Kemal. Bilang buat bayar SPP pasti dikasih."
"Emang dia orangtua asuh!"
"Si Poek bilang gitu dikasih lima puluh ribu sama si Kemal."
"Padahal si Poek kan udah nggak sekolah," kekeh Kancil.
"Kata Kemal buat beli baju, kaya ngasih ke Tarzan aja."
Kancil tertawa. "Malu, ah. Ini juga ngutang dua puluh ribu udah setahun belum lunas-lunas," candanya.
* * *
Keesokan harinya, Kancil memang pergi ke BEC (Bandung Electronic Center) untuk menjual HP-nya. Lumayan, uangnya bisa untuk bayar tunggakan kosan dan biaya makan sehari-hari. Kalau Jumatan ke Masjid juga kan harus ngisi kencleng (kotak amal).
Lucunya, sehari setelah Kancil menjual HP-nya, ketika dia iseng mengecek saldo ATM ternyata di sana ada uang dua juta rupiah. Padahal, terakhir kali Pak Bambang memarahinya di telepon soal motor Kancil yang dirusak orang, Pak Bambang bilang tidak akan pernah memberi Kancil uang sepeser pun lagi. Pak Bambang juga melarang ibu Kancil mengirimi uang. Kancil jadi menduga jangan-jangan ibunyalah yang diam-diam mengirimkan uang ....
Kancil pun akhirnya menarik seratus ribu, menyimpannya di dompet untuk jaga-jaga. Ia berjanji dalam hati akan menggunakan uang itu sebaik-baiknya.
* * *
Kancil sedang meresapi makanan di piringnya yang berupa nasi berkuah gulai ikan, rendang beserta bumbunya dan perkedel kentang. Terakhir kali dia makan sesuatu yang berwarna adalah lima hari lalu, waktu itu dia makan nasi dengan perkedel jagung dan pepes tahu.
Sebelum Kancil menjual HP dan tahu bahwa di tabungannya ada dua juta rupiah, dia harus sangat mengirit sisa uangnya. Jadinya, Kancil hanya makan sehari-hari nasi polos dengan kacang Sukro yang dibelinya di warung. Sungguh, dia memang makan itu setiap hari selama empat hari belakangan. Makannya pun hanya malam hari dan di dalam kamar kosnya. Ia takut kalau anak-anak tahu kondisi keuangannya sudah begitu memprihatinkan, mereka akan patungan untuk menyumbang.
Kancil tidak mau mereka melakukan itu untuknya, bukan karena gengsi, tapi karena tahu anak-anak juga butuh uang mereka untuk sehari-hari.