Hai, Kancil!

andra fedya
Chapter #19

18. HARI-HARI SANTAI

Bandung, Maret 2003 ....

Tiga minggu kemudian, tampaknya anak-anak sudah mulai melupakan persoalan Poek. Atau barangkali, mereka hanya sungkan untuk membahasnya lagi, tapi masih sering memikirkannya di dalam kepala: menyayangkan keputusannya.

Banyak yang bilang, kehilangan sahabat itu lebih menyakitkan dari kehilangan harta benda. Itu ternyata memang benar adanya. Kancil merasakan itu. Ketika dia tahu kalau motornya sedang dipereteli, dia sedih, tapi rasanya jauh lebih menyakitkan ketika dia kehilangan si Poek yang lebih memilih menjerumuskan dirinya ke lembah hitam narkoba.

Semua orang tahu, Cungkring dan Kemal adalah dua dari beberapa orang yang paling kehilangan. Tapi, karena Cungkring orangnya tidak suka memperlihatkan kesedihan, dia berusaha terlihat biasa saja. Sementara Kemal, pernah Kancil menemukannya sedang mendesah panjang sambil merokok, meratapi tirai hujan di halaman tempat Tante dengan cara yang tidak biasa. Bisa jadi saat itu Kemal teringat Poek, atau ... mungkin ia sedang dibuat pusing oleh perempuan yang dia sukai?

Kancil segera menepis kemungkinan yang kedua, karena Kemal belum pernah dibuat terlalu merana oleh perempuan. Dia yang sering membuat kaum perempuan merana karena cintanya tidak dibalas olehnya.

* * *

10 hari sebelum Kancil bertemu Jihan ...

Malam itu, di seberang rumah Tante yang merupakan bagian belakang sebuah gedung balai pertemuan, anak-anak menyiapkan serangkaian kayu untuk dibuat api unggun. Ada tanah sisa gedung tersebut yang ditanami bermacam pohon, dari pohon pepaya, pisang dan jenis pohon dengan batang kecil dan tinggi.

Sandru menyalakan api, janji akan kehangatan dan sinar terang itulah yang membuat lebih banyak anak-anak berkumpul mengelilingi derak kayu terbakar tersebut.

Kancil, Maman dan Sandi duduk di kursi panjang yang ditarik dari halaman Tante. Sementara Sandru, Ibuy, Caesar, Cungkring, Ahmad dan Giant memilih berdiri sambil bersedekap. Kemal bilang lusa lalu, untuk beberapa waktu ke depan, ia mungkin akan semakin jarang ke Warmes dulu. Nilai-nilai di sekolahnya memburuk dan orangtuanya tampaknya bertindak lebih tegas padanya.

Sementara Kancil, sampai dengan hari itu belumlah kembali bersekolah. Beberapa kali ibunya menasihati di telepon, namun tampaknya hati Kancil belum tergerak untuk melakukannya. Ia tahu, jika ia memaksakan diri masuk sekolah sekarang, ia diharuskan mengulang selama beberapa bulan ke depan sampai waktunya kenaikan kelas.

Kancil menusukkan ujung kayu yang ia pegang ke api yang berkeretakan di depannya. Entahlah, Kancil sedang tidak ingin memikirkan hal yang terlalu rumit. Ia tahu ia akan kembali bersekolah, tapi bukan dalam waktu dekat. Saat ini, jiwa pemberontak dalam dirinya sedang berjaya terlalu kuat.

"Urang keliling, hayu," ajak Kancil kepada teman-temannya yang sedang mengobrol di sekitar api unggun.

Sandru mengecek jam tangannya. "Masih jam tujuh kurang," ujarnya, memberitahu. "Nanti aja jam sembilanan, biar lebih sepi."

"Tapi urang mau ke dokter gigi dulu, euy, nambal," kata Caesar.

"Masa aja atuh panglima perang SC yang terkenal di seluruh penjuru Bandung giginya berlubang," kekeh Maman.

"Iya, makanya harus segera ditambal biar nggak mengganggu posisi. Nanti saya diremehin, terus dikudeta gara-gara punya gigi bolong," kekeh Caesar.

"Di mana nambalnya, Sar?" tanya Kancil.

"Di Sauyunan. Jam setengah delapan."

"Oh, urang anter atuh," Kancil menawarkan.

"Sok, hayu."

Karena Kancil memang sedang bosan dan sangat ingin cari angin, akhirnya ia pun ikut Caesar pergi ke dokter praktik di daerah Sauyunan.

Kancil dan Caesar jelas tidak menduga bahwa di tempat itu mereka akan bertemu dengan seseorang yang tidak akan pernah mereka bayangkan akan mereka temui dengan situasi seperti itu.

Belum lama mereka duduk di ruang tunggu, mereka kompak melihat Yanto, pemimpin geng yang anggotanya berisikan kebanyakan anak STM, baru saja masuk dan nampak tengah berbicara dengan petugas pendaftaran.

"Si Yanto," sebut Caesar membisiki Kancil.

"Iya." Kancil mengangguk.

Entah itu karena atmosfer ketegangan, atau karena intuisi Yanto yang mendadak memperingati, ia tiba-tiba mengangkat wajah sehingga pandangannya bersiborok langsung dengan mata Kancil dan Caesar yang tengah mengawasinya.

"Eh ....," katanya, seperti orang yang terkejut sekaligus memergoki. Jelas, Yanto hafal betul siapa itu Kancil dan Caesar.

Kancil dan Caesar bisa melihat kalau pipi kiri Yanto bengkak khas orang yang giginya mengalami inflamasi.

Lihat selengkapnya