5 hari sebelum pertemuan pertama ....
Hari itu, Tante marah besar, karena Cungkring merusak akuariumnya. Entah apa yang dipikirkan Cungkring waktu dia bersandar di akuarium Tante sampai kacanya bergeser kemudian retak. Akibat kejadian itu, anak-anak harus kerja bakti mengepel lantai rumah Tante, sudah gitu, pergi ke pasar ikan hias di Jalan Karapitan untuk mencari kaca pengganti akuariumnya.
"Untung ada di sini," ujar Ian.
Sore itu, Kancil pergi ke Jalan Karapitan untuk mencari kaca akuarium Tante ditemani Ian dan menumpangi motor Cungkring. Kancil senang berteman dengan anak simpatisan itu, karena meski kelihatannya dia orang berada, dia sopan dan senang mengajak Kancil berdiskusi soal apa saja. Kata anak-anak, dia juga terlihat cukup mengidolakan Kancil.
"Iya, untung aja. Kalau nggak ada, bisa gawat nasib si Cungkring," balas Kancil tidak serius.
Menggunakan ponsel Ian, dia lalu menghubungi Cungkring, mengabari kalau kacanya sudah dipesan. Cungkring tidak segera membalas pesan Kancil, Kancil yakin Cungkring sedang sibuk menjemur karpet Tante, karena air akuarium yang tumpah itu juga membuat basah karpet Tante.
Karena kata penjualnya, kaca yang mereka pesan akan diantarkan dan dipasang langsung di tempat Tante, jadi mereka tidak perlu kerepotan membawa kaca akuarium yang ukurannya besar sepanjang jalan.
Sebelum kembali ke Warmes, Kancil mengajak Ian untuk makan es kelapa muda dulu yang ada di dekat Warung Pengkol, Kancil sudah ingin makan es kelapa itu sejak tadi. Karena itu hari Jumat sore, mereka tidak yakin tukang esnya masih ada, tapi mereka tetap ke sana untuk membuktikan.
"Udah pulang, Cil, es kelapa si Jeki mah," kata Om Long, penjual minuman di situ. Dia buka kios kecil bersebelahan dengan wartel. Penjaga wartelnya juga dikenal Kancil, namanya Edo atau dipanggil murid-murid di sana Mang Edo. Kancil juga suka sengaja mampir ke wartel itu hanya untuk ngobrol-ngobrol dengan si Edo yang orangnya rame.
"Beli es jeruk aja mau, Cil?" Ian bertanya.
"Beli Coca Cola aja di Om Long," kata Kancil.
Sementara Kancil ngobrol-ngobrol dengan Om Long dan Edo, Ian menyeberang masuk ke sekolahnya. Tak lama, dia menghampiri Kancil lagi.
"Cil, Cil, anak-anak ekskul modern dance kayanya belum pada pulang, masih latihan," Ian memberitahu. "Di aula. Itu keliatan dari kaca lagi pada nari."
"Iya, keliatan," kata Kancil, berupaya melihat ke kejauhan
"Kamu mau tau dia yang mana, nggak?" tanya Ian sambil ketawa geli dan malu.
"Orang yang kamu suka itu namanya ...."
"Jihan," Ian mengingatkan.
"Oh, iya, itu," decak Kancil, baru ingat. "Jihan Fahira."
"Jihan Febriana," koreksi Ian sambil tertawa. "Jihan Fahira mah punyanya Primus." Jihan Fahira dan Primus Yustisio memang adalah pasangan selebriti yang terkenal.
Mereka pun menyeberang untuk masuk ke dalam sekolah, dan menuju aula yang letaknya di bagian depan bangunan sekolah. Namun, ketika mereka hampir sampai, Kancil mendengar bunyi knalpot motor yang berisik namun sudah Kancil hafal betul suaranya. Ia buru-buru kembali ke gerbang untuk menemui orangnya. Kancil sudah tahu bahwa itu si Ibuy, tapi dengan Sandi kali ini di boncengannya.
"Mau pada main ke rumah si Kemal, milu?" ajak Ibuy pada Kancil.
"Naha maneh nyaho aing di dieu?" tanya Kancil heran. (Kenapa kamu tahu saya lagi di sini?).
"Kan tadi di Warmes maneh bilang pengen es kelapa si Jeki," jelas Ibuy.
"Si Ian diajakin, jangan?" tanya Kancil.
"Bebas," kata Sandi.
"Si Kemal-nya di mana gitu?"
"Di rumahnya. Kan belum boleh keluyuran lagi dia teh sama mamahnya."
"Ya, udah sok duluan, ini mau ngembaliin motor si Cungkring dulu," ujar Kancil.
"Si Cungkring naik motor si Sandru. Jadi langsung aja maneh berangkat dari sini," kata Sandi.
"Si Ian tapi nggak bawa tas, ditinggalin di Warmes pas tadi mesen kaca."
"Nyusahin," komentar Ibuy dengan gaya bergurau. "Tinggalin ajalah."
"Jangan ih, watir," tegur Kancil. Watir itu artinya kasihan.
Sandi tertawa. "Maneh jadi ngasuh euy, Cil."
Kancil nyengir. "Sok, duluan."
Mereka pun pergi dari situ. Tak lama, Ian menyusul Kancil menyeberang ke wartel Mang Edo.
"Tadi Sandi sama Ibuy, Cil? Apa katanya?" tanya Ian.
"Ngajakin main ke rumah Kemal," jawab Kancil. "Kamu mau ikut?"
"Di mana?"
"Cinunuk."
Ian tampak ragu. "Masih serem sama Kemal. Bukan serem ketang, kagok, euy."
Kancil mendengkus. "Dia sok serem biar dibilang cool. Aslinya nggak gitu."
"Mau nunggu doi latihan ajalah," Ian bilang. "Duluan nggak apa-apa, nanti tas mah gampang."
Kancil nyengir. "Segitunya, euy demi Jihan Fahira."
"Kan kata Kancil juga berjuang tuh harus sampai merdeka," balas Ian sambil senyum, ia mengutip kata-kata Kancil yang pernah diucapkannya waktu itu.
Setelah Kancil pamit, Ian lalu kembali masuk ke dalam sekolahnya untuk menemui orang yang disukainya itu.
* * *
1 hari sebelum pertemuan pertama ....
Malam itu, Warmes sedang lumayan ramai. Anak-anak mengadakan perlombaan makan kerupuk pedas yang dibawa Maman sekarung banyaknya dari Tasikmalaya.
Jadi, ada delapan orang yang ikut, semuanya duduk sambil memegangi piring yang diisi segunung kerupuk pedas. Siapa yang menghabiskan duluan, dia boleh memerintah ketujuh orang yang kalah.
Karena Kancil tidak begitu kuat makan yang terlalu pedas, dia memilih jadi wasit. Yang ikutan adalah beberapa anak termasuk Ian, Ibuy, Sandru, Maman, Gandhi, Cungkring dan Dimas.
Perlombaan dimulai, semuanya terlihat kepayahan di tengah-tengah, bahkan ada yang menyerah karena perutnya terasa panas. Karena paling jago makan pedas dan paling nekat, Cungkring yang keluar sebagai pemenangnya. Dia pun merayakan sambil lari-lari di jalan seperti pemain bola merayakan golnya.
Sambil minum air mineral banyak-banyak, Ian datang menghampiri Kancil yang sedang mengemut Choki-Choki.
"Cil, saya udah jadian sama doi, lho," katanya. "Tadi siang."
"Si ... Jihan Fahira?"