Dalam perjalanan dari Warmes menuju lokasi penembakan, Kancil benar-benar kesulitan berpikir jernih. Bagaimana jika mimpi buruknya menjadi kenyataan? Jihan nyatanya menolaknya di depan semua orang! Wow, itu pastinya akan jadi sejarah hidup yang paling memalukan untuknya.
Tapi, kemudian dia menepis pikiran itu segera.
Bukan laki-laki namanya kalau tidak berani mengambil risiko dan hanya ingin mendapatkan hasil yang manis saja! Napoleon Bonaparte juga berjuang mati-matian untuk setiap kemenangannya, kan? Dia bukan pengecut. Dan seperti Mahatma Gandhi bilang, bahwa pengecut tidak akan mampu mengungkapkan cinta. Karena cinta adalah hak prerogatif bagi orang-orang yang berani.
Memang, selama sekitar satu bulan kedekatan mereka, Jihan pun terkadang menunjukkan perhatian yang membuat Kancil lumayan percaya diri kalau gadis itu juga nyaman bersamanya. Meski itu pun tidak bisa diartikan kalau Jihan akan memberikan jawaban yang Kancil harapkan.
Bisa jadi Jihan juga akan menjawab, "Aku pikir-pikir dulu ya, Cil ...."
Terus kalau begitu, Kancil harus menanggapi seperti apa? Bukankah itu artinya seorang perempuan memberikan penolakan secara halus? Atau perempuan tersebut memang benar-benar butuh waktu untuk memikirkannya? Yang mana sebenarnya artinya?
Aspal bergetar. Motor-motor itu akhirnya sampai di tempat yang bernama Tokbro atau Toko Brother, yakni sebuah tempat makan tidak jauh dari sekolah Jihan. Sari-lah yang menjadi informan Kancil, dengan detail ia menginfokan gerak-gerik Jihan seharian itu sehingga rencana bisa dirampungkan.
Berhubung hari itu adalah hari di mana angkatan Jihan mendapatkan hasil surat penerimaan masuk SMA, banyak sekali murid-murid yang terlihat berkumpul di sepanjang jalan menuju sekolah termasuk jalanan menuju ke Tokbro. Murid-murid kelas tiga tampaknya sedang merayakan keberhasilan mereka masuk ke SMA yang diinginkan di tempat makan itu.
Begitu geng Kancil yang jumlahnya sangat amat banyak tersebut berhenti di depan Tokbro, otomatis jalan raya itu menjadi mati fungsi yang artinya macet total seperti kalau Si Komo lewat.
Kancil tahu, yang ia lakukan bersama pasukannya bukanlah hal yang patut dicontoh karena menghambat mobil lain yang mau lewat, tapi, tolonglah mengerti ... Ia hanya butuh waktu 10 menit untuk melakukan hal paling gila dalam hidupnya, yakni menyatakan cinta di depan semua orang. Jihan harus tahu keseriusan perasaan Kancil padanya. Dan darah mudanya mengatakan ia butuh ratusan saksi untuk menjadikan momen tersebut sangat spesial.
Kancil melihat Jihan sedang duduk bersama teman-temannya ketika ia turun dari boncengan motor Sandi. Kemudian, dibukanya helm miliknya dan ditentengnya dengan tangan kiri. Semua mata memandanginya. Sekilas Kancil pikir, oh ... ini rupanya rasanya menjadi astronot yang baru kembali ke bumi ....
Kakinya gemetaran, tapi ia berusaha untuk terlihat santai, kasual dan percaya diri. Karena bukan saja teman-temannya yang menyaksikan, ada pula begitu banyak teman Jihan di sana.
Sekarang semua hening, mata-mata penuh antisipasi tampak menunggu, memerhatikan Kancil yang sudah berhadap-hadapan dengan Jihan. Jihan berdiri dari duduknya, ia memandang Kancil dengan bingung.
Dan saat itulah, Kancil menyatakan perasaannya pada Jihan. Perasaan yang sesungguh-sungguhnya, yang sebenar-benarnya. Yang nyata dan bisa dibuktikan. Yang benar-benar tulus hadir dengan rasa tunggal yang punya akar-akar jamak.
Binar di wajah Jihan teras asing bagi Kancil. Tapi kemudian ia tahu, bahwa detik itu juga ia sudah jatuh cinta dengan binar asing itu. Jihan boleh menunjukkan sejuta reaksi, dan keseluruhan reaksi itu akan ikut Kancil cintai saat itu juga.
* * *
"Mau." Itulah yang kemudian Jihan jawab ketika Kancil menyatakan perasaannya.
Setelahnya, hanya keheningan yang sakral yang Kancil alami. Meski di luar riuh oleh tepukan sukacita, Kancil bisa merasakan keadaan di dalam dirinya mendadak begitu sunyi. Suara-suara yang tercipta di luar tubuhnya seolah berasal dari dimensi lain, sementara ia terbang melayang ke dimensi tersendiri, seorang diri. Jantungnya akhirnya menendang-nendang dadanya sekeras tendangan Batistuta. Itulah tanda kehidupan yang menyadarkannya bahwa dia masih hidup. Dia sedang dihidupkan kembali.
Terima kasih, Jihan. Terima kasih mau percaya. Janji, akan terus bikin kamu seneng.
Meski Kancil tidak mengatakannya lewat mulut, namun seluruh organ tubuhnya termasuk dengan aliran darahnya sedang tak henti-hentinya berterima kasih pada gadis itu.
Jihan tersenyum pada Kancil. Malu. Tapi matanya berkilauan penuh arti. Seolah-olah itu caranya membalas ucapan terima kasih dari dalam hati Kancil tadi. Apakah Jihan bisa membaca pikiran dan hatinya? Apakah sekarang ini mereka kontan terkoneksi dan bisa bertelepati?
Itu jelas kesimpulan konyol.
Dari ekspresinya, Jihan sangat terkejut dan mungkin juga bahagia. Dia hanyalah perempuan normal, dan wajar baginya bersikap demikian jika ada laki-laki nekat yang mendadak menyatakan cinta padanya di depan semua orang.
Kancil amat yakin, meski agak heboh dan membuat Jihan malu, Jihan tak akan pernah melupakan hari ini. Jihan akan mengingatnya selamanya. Bahwa pernah, ada laki-laki yang begitu nekat ingin dirinya tahu bahwa ia begitu menyukainya.
Kilat, mata Kancil memotret keadaan hari itu untuknya sendiri. Dia berharap, dirinya pun akan selalu ingat hari ini. Hari yang cukup memalukan tapi sangat menyenangkan. Di mana semesta pun begitu baik padanya, mengirimkan sinyal-sinyal indah berupa pencahayaan cemerlang dari matahari dan udara sejuk yang lebih sejuk dari biasanya. Semuanya sungguh pertanda baik. Pantas, Jihan tanpa keraguan berkata "mau".
* * *
Juli 2003 ....
Buat Kancil, hari di mana dia berhasil membuat Jihan bilang mau jadi pacarnya, adalah salah satu bagian menyenangkan yang pernah terjadi dalam hidupnya.
Tadinya, Kancil berpikir begitu.
Sampai kemudian dia menjalani hari demi hari yang lebih membuat bahagia lagi bersamanya.
Jihan orangnya sangat suka berbagi. Membagikan apa saja pengalamannya kepada Kancil sehingga Kancil juga bisa turut merasakan momen tersebut.
Kancil pun senang mendengarkan setiap cerita Jihan. Menurutnya, saat kita merasakan keinginan membagikan setiap hal kecil dan tak penting dalam hidup kita pada seseorang, itu adalah cinta. Maka, dengan kata lain, ketika Jihan sedang membagikan setiap ceritanya pada Kancil, itu merupakan salah satu caranya mencintai Kancil.
Waktu Jihan sudah resmi menjadi anak SMA, saat itu Jihan minta supaya Kancil mengantarnya ke SD-nya dulu. Di sana, Jihan kembali banyak bercerita, mengenai masa kanak-kanaknya yang banyak ia habiskan di Jalan Karawitan, yang tentunya, saat itu masih lebih sepi dibandingkan sekarang.
Jihan bilang, dia dulu suka main di kantor PLN yang ada di sana. Pura-pura jadi atlet formula 1 tapi dengan sepedanya. Kadang, saat tiba musim hujan, dia akan berburu kepiting air tawar atau yuyu di selokan-selokan, yang kemudian dia pelihara di gang di belakang rumah kakeknya. Sepulang sekolah pun, jadwalnya sudah padat. Bersama teman-temannya, dia akan main ke rumah kosong di belakang sekolahnya, berharap menemukan penampakan makhluk halus, yang bisa dijadikan cerita seram di kelas esok harinya. Atau, mampir ke kebun binatang mini di daerah Jalan Bangreng yang biaya masuknya itu dua ratus rupiah.
Kata Jihan, Kancil harus tahu kalau dulu Jalan Karawitan itu tidak terlalu banyak dilalui kendaraan bermotor selain angkot hijau muda Gedebage. Tapi yang banyak lewat itu becak, delman dan sepeda.
"Jadi, bisa bikin lomba balap sepatu roda," lanjut gadis itu. "Jalannya ditutup dulu sepuluh menit. Yang mau lewat nunggu dulu kita sampai finish. Yang ngatur jalannya mang becak di situ, udah CS banget."
Kancil tertawa. "Kaya aku, waktu nembak kamu, bikin macet jalan raya."
Sejak pacaran dengan Jihan, untuk pertama kali dalam hidupnya, dia menyebut dirinya sendiri "Aku". Tidak tahu kenapa dia mendadak mau; dia cuma ingin Jihan dispesialkan saja barangkali. Karena memang, bersama Jihan rasanya berbeda.