Pada hari Minggu, Warmes sudah dipenuhi oleh anak-anak yang akan berangkat ke Cibogo. Kancil bersama yang lain membantu menaikkan dus-dus berisi pakaian dan mainan ke atas mobil pick up milik pamannya Caesar. Caesar yang mengemudikan pick up-nya. Kancil ikut Caesar di mobil tersebut bersama Maman. Jadi mereka duduk di depan bertiga.
Di perjalanan, Maman menanyakan hal semalam pada Kancil. Apa yang terjadi sebenarnya antara Kancil dan Utami sebelum Maman datang.
Kancil menceritakan apa yang dikatakan Utami semalam padanya, tapi dia tidak cerita kalau Utami menciumnya.
Meski begitu, Maman curiga kalau ada sesuatu yang Kancil sembunyikan. "Udah, cuma gitu aja?" decak Maman. "Pasti ada yang lain."
"Kenapa gitu?" tanya Kancil.
"Mata kalian berbinar," kata Maman. "Itu tanda ada ketertarikan fisik."
"Weis," Caesar nyeletuk karena merasa geli dengan penggunaan bahasa Maman.
"Iya cuma gitu aja," dusta Kancil.
"Nggak cipokan, gitu?" tembak Maman langsung.
"Enggak ...."
"Pelukan? Pegangan tangan?"
"Enggak."
Mendengar nada ngomong Kancil, Maman malah semakin curiga. "Pasti cipokan ini, mah," katanya. "Jadi kemarin teh urang mengganggu, ya?"
Kancil mendesah. Akhirnya ia terpaksa mengaku.
"Anjir, jadi dia nyium tiba-tiba gitu," celetuk Maman.
"Jangan bilang siapa-siapa," pinta Kancil. "Kalau nyebar kasihan Tami, dia pasti malu."
"Goblok dasar!" Maman memarahi Kancil. "Yang bikin malu dia itu maneh! Kenapa nggak dibales? Ngegerakin bibir doang kan nggak susah! Emang maneh nggak bisa ciuman? Perlu diajarin sama urang?"
Caesar tertawa mendengar ocehan Maman itu.
Sementara Kancil diam. Ia tahu ia memang salah. Tapi, ia punya alasan sendiri.
"Bales harusnya teh! Bales cium yang lihai, muah, muah, muah, kasih kenangan yang tidak terlupakan!" dumel Maman lagi.
"Emang harus gitu?" Kancil bertanya balik. Berkat ucapan Maman, sekarang dia jadi semakin tidak enak hati.
"Iya, belegug!" erang Maman sambil mengentakkan kaki.
"Maneh suka sama dia, Cil?" tanya Caesar sambil mengemudi. Dalam hati, Kancil memberkati Caesar karena dia selalu tetap tenang dan tidak pernah bereaksi berlebihan.
"Nggak tau," jawab Kancil. "Tapi, gara-gara dia gitu, ya mau nggak mau jadi kepikiran, lah."
"Ya kepikiran, lah! Maneh dicium cewek secantik itu!" bentak Maman.
"Bukan karena dia cantik," kata Kancil. "Karena nggak balesin. Dia pasti malu ... mungkin emang harusnya kalau cewek maju duluan itu dibales, ya ...."
"Naha atuh ari maneh!" gerung Maman kembali heboh.
"Iya, kaget soalnya," gumam Kancil dengan suara mengambang.
"Terus, maneh udah ngehubungin dia belum?" tanya Maman lagi.
Kancil melirik ponsel dalam genggamannya. "Nggak usah kayanya."
"Naha?"
"Hati ini belum digerakin," jawab Kancil sambil sedikit nyengir.
"Aneh kadang sama maneh," keluh Maman. "Suka mempersulit segalanya orangnya teh. Itu kode keras dari si Utami! Dia mau sama maneh! Lagian kan maneh juga udah putus sama si Ayu! Nggak ada masalah lagi. Jadian sama si Utami udah paling win-win solution!"
"Iya. Sama dia aja, Cil. Dia cantik, matanya bagus," kata Caesar kalem.
"Semua juga mengakui dia cantik, koplok!" sela Maman pada Caesar dengan berapi-api. "Semua orang mau sama dia! Si Cungkring, si Ahmad, si Poek, si Gandhi, si Sandru ... banyak!"