Pulang sekolah.
Sasa berjalan lesu ke parkiran sekolahnya. Sesampainya di sana ia menyapukan pandangannya ke seluruh penjuru parkiran. Mencari di mana sepedanya diparkir. Sering sekali cewek itu lupa letak sepedanya berada. Setelah melihat sepedanya, ia berjalan ke arahnya lalu manaikinya. Setelah duduk mantap di jok, ia mulai mengayuh sepedanya meninggalkan area parkir.
Ia menghembuskan napas kesal. Ia mulai panik dan gelisah memikirkan kucing Dio yang harus ia cari. Perutnya yang lapar mulai sakit. Ia menggigit bibir bawahnya lalu mengangguk. Oke, dia akan mencari kucing Dio, tapi sebelum itu ia harus pulang dulu untuk makan.
Ia tersenyum cerah saat jarak rumahnya sudah dekat. Sasa mempercepat laju sepedanya. Sampai di perempatan, ia menghentikan laju sepedanya dan menoleh ke kiri. Tidak ada kendaraan. Ke kanan, juga tidak ada. Di depannya pun tidak ada.
"Woi!"
Sasa menoleh cepat ke belakang. Ia membulatkan matanya saat melihat Dio yang mengendarai sepedanya dengan kecepatan tinggi ke arahnya.
"Mau ke mana lo? Mau kabur, hah?!"
Sasa menggeleng.
"Nggak. Gue---"
Brak!
Dio menabrak bagian samping sepeda Sasa dan membuat cewek itu terpental bersama sepedanya dan jatuh berdebam di dekat selokan pinggir jalan. Kira-kira dua meter dari posisi Sasa semula.
Sasa meringis menahan sakit di bagian bahu kirinya. Ia melepaskan diri dari sepedanya. Sasa memandang Dio dengan raut tak percaya atas perbuatannya padanya. Cowok itu balas menatapnya sambil duduk di atas sepedanya. Sepatu bagian depan cowok itu sobek karena tergores aspal saat ia menahan tubuhnya agar tidak terjatuh saat menabrak Sasa.
"Lo keterlaluan!" teriak Sasa.
"Ingat kata-kata gue waktu di sekolah tadi? Tentang kotak bekal elo?!" tanyanya sambil melotot tajam.
"Inget!"
"Masih mending gue cuma nabrak elo! Nggak banting elo kayak kotak bekal lo itu!"
"Emang apa salah gue?!"
"Salah lo? Lo mau kabur, kan?"
"Nggak. Gue mau pulang dulu. Mau makan," jawab Sasa.
"Alasan."
"Bener! Gue laper makanya gue balik dulu!"
"Gitu?" tanya Dio dengan pandangan menyelidik.
"Iya."
"Ya udah bangun! Buruan ke rumah elo, makan, terus cari kucing gue!"
Dengan menahan amarah yang menggumpal di dadanya karena perbuatan Dio, Sasa bangkit berdiri dan mendirikan sepedanya. Ia mendecakkan lidah saat merasakan bahunya sakit saat digerakkan. Keterlaluan si Dio ini, makinya dalam hati.
Dio mengawasi Sasa yang naik ke sepedanya. Saat cewek itu mulai mengayuh sepedanya, ia mengikuti tepat di belakangnya.
Baru beberapa meter menjalankan sepedanya, tiba-tiba Sasa berhenti. Membuat Dio yang berada di belakangnya mengeram mendadak.
"Bego! Kenapa tiba-tiba berhenti?!" bentak Dio. Sekali lagi sepatunya bergesekan dengan aspal.
"Lo ngikutin gue?" tanya Sasa.
"Ya. Siapa tau lo kabur. Nggak ada yang bisa jamin kalo kata-kata lo itu bener."
"Gue nggak bohong!"
"Tapi bisa aja elo bohong!"
Sasa membuang napas kesal. Padahal di dalam diri Sasa tidak ada sedikit pun niatan untuk kabur.
"Buruan jalan!" kata Dio sambil menendang roda belakang sepeda Sasa. Sasa hampir jatuh karena perbuatan cowok itu.
"Lo---" kata Sasa sambil memandang Dio dengan raut wajah kesal.
"Kenapa?!" tanya Dio galak.
"Lo kasar banget jadi cowok!"
"Banyak omong lo! Buruan jalan! Hari ini kucing gue harus ketemu!"
"Lha terus lo mau ngapain?"
"Make nanya! Ya gue mau ikut elo lah!"
"Buat?"
"Kan udah gue bilang tadi, nggak ada jaminan kalo lo nggak akan kabur. Makanya gue harus ngikutin elo."
"Ke rumah gue?"
"Lo pulang ke mana sih? Ke rumah kan?! Ya udah! Gitu aja pake nanya! Buruan jalan! Jangan buang-buang waktu lagi."
Tidak ada pilihan lain. Sasa kembali mengayuh sepedanya. Dio mengikutinya dari belakang. Sasa tidak bisa melihatnya, tapi bisa merasakan pandangan cowok itu yang begitu tajam padanya.
"Apa?!" tanya Dio saat Sasa menoleh padanya.
Sasa tidak menjawab. Ia hanya menghela napas pendek. Sabar, katanya dalam hati.
"Lo lambat banget, sih jalannya. Buruan kenapa!" seru Dio.
Sasa mempercepat laju sepedanya. Sesuai seruan Dio.
"Nah, gitu," kata Dio dengan nada puas.
Akhirnya mereka sampai di rumah Sasa. Rumah minimalis dengan pagar kayu di depannya. Sasa memarkirkan sepedanya di bawah pohon jambu air di depan rumahnya. Dio memarkirkan sepedanya di sebelah sepeda Sasa.
Setelah memarkirkan sepedanya, Sasa berjalan ke pintu rumahnya. Sedangkan Dio, cowok itu berdiri di bawah pohon jambu air Sasa dan melihat ke atas. Ke arah jambu-jambu air berwarna merah yang bergelantungan di pohon.
Sasa membuka pintu rumahnya. Saat hendak masuk ke rumah, ia menoleh pada Dio.
"Lo mau masuk nggak?" tanya Sasa.
Dio yang sedang mendongak ke arah jambu-jambu air itu menoleh padanya dan bertanya, "Pohon ini punya lo, kan?"
"Iya, lah."
"Gue mau minta jambunya."
"Silakan."