Mencari Pesan

Setiawan Saputra
Chapter #3

TIGA

Pagi itu saatnya aku kembali beraksi, jujur sebagai wartawan aku senang mendatangi lokasi sebuah peristiwa. Entah apa alasannya, mungkin ada keseruan tersendiri. Bisa menyaksikan secara langsung petugas yang sedang menyelidiki sebuah kasus.

Sebelum berangkat ke lokasi kebakaran kemarin malam itu, aku sudah menyiapkan segala perlengkapan liputan di dalam ransel hitamku, pertanyaan-pertanyaan tentang peristiwa kemarin sudah aku siapkan. Bagaimana kronologinya? Dan apa penyebab gudang itu terbakar? Aku berharap hari itu kasusnya segera terungkap.

Mendapat informasi dari teman media lain, pihak kepolisian sedang berada di lokasi, melakukan pemeriksaan. Mas Chilmi menugaskanku untuk datang ke lokasi langsung, supaya aku tahu betul bagaimana kondisi gudang itu sekarang, dan segera tahu apa penyebab sebenarnya.

Sampai di lokasi gudang batik, aku menemukan orang-orang media lain sudah berkumpul di sana, aku menemukan temanku dari wartawan radar bernama Rahmat, dan Ridwan mantan wartawan Jogjapolitan yang sekarang menjadi wartawan online Jogja 24. Aku melihat mereka masih berkumpul di luar, penasaran segera aku dekati mereka.

“Ini kita nggak boleh masuk?” tanyaku, sembari menarik sebatang rokokku dari bungkusnya.

"Nggak boleh, Dran. Di dalam masih ada penyidikan." Ridwan menjawab.

Oke, berarti kami harus menunggu di luar, sebelum tim penyidik menyelesaikan tugasnya terlebih dahulu. Sejenak aku melangkah sedikit masuk ke dalam, tepatnya di halaman gudang batik, mengeluarkan kamera, dan memotret kondisi gudang batik saat itu.

Puing-puing sisa kebakaraan masih berantakan di dalam gudang tersebut, asap-asap tipis berwarna putih juga masih keluar. Kabar sebelumnya, tidak ada korban jiwa dari peristiwa itu, namun kerugiannya masih belum diperhitungkan oleh sang pemilik gudang.

Aku berjalan lagi keluar, melihat beberapa awak media sedang melakukan liputan live report di depan halaman untuk melaporkan kondisi terkini gudang batik, wartawan televisi, dan wartawan radio juga sibuk bekerja, sedangkan aku wartawan koran, masih menunggu informasi lanjutan hasil penyidikan.

Langkahku terus berjalan keluar, tak jauh dari lokasi gudang aku menghampiri dua teman mediaku yang sedang menunggu di warung, ditemani dengan cangkir kopi, dan rokok. Aku pun juga turut memesan teh hangat. Ya, aku tak terlalu sering meminum kopi, aku lebih suka teh. Jadi itu yang aku pesan, untuk menenangkan diriku di kala berada di lapangan.

Di dalam warung aku dan dua temanku media berbincang soal kebakaran kemarin, menanyakan ke pemilik warung soal kejadian itu. Sebenarnya, masyarakat seperti itu bisa menjadi narasumber kita, untuk menanyakan kronologi sebuah peristiwa.

“Sekitar jam setengah sepuluh, Mas. Aku melihat orang berboncengan naik motor berhenti di depan gudang itu, dan duduk lama di sana.” Ibu pemilik warung lokasinya sekitar 100 meter dari lokasi kebakaran menceritakan sebelum kejadian kebakaran.

“Kalau malam jalan sini sepi, Mas. Di warung ini adanya cuma orang-orang dari kampung sebelah yang biasanya nyangkruk di sini, terus tiba-tiba lihat asap hitam dari gudang itu sekitar jam sepuluhan.”

“Terus Ibu lihat orang yang berhenti di gudang itu melakukan apa, sebelum gudang itu terbakar?” tanyaku kepada ibu-ibu pemilik warung, karena aku sendiri juga mencurigai seseorang yang diceritakannya.

Lihat selengkapnya