Mencari Pesan

Setiawan Saputra
Chapter #5

LIMA

 “Pasti kamu lagi nulis ya? atau jangan-jangan kamu penulis?" Perempuan itu memulainya dengan sebuah pertanyaan, "Enak ya, punya bakat nulis, bisa merangkai kata-kata indah, dan pasti kamu bisa mengekspresikan apa yang kamu mau, tanpa harus ngomong."

Aku mengangguk sebagai jawabannya, “Aku lagi nulis artikel untuk terbitan mingguan di koran. Aku wartawan Jogjapolitan.” Akhirnya aku berbicara juga, setelah ia melemparkan suatu pertanyaan yang bisa aku jawab dengan mudah. Ya, begitulah aku orangnya, harus dikasih pertanyaan dulu, baru aku mau bicara. Aku orangnya tidak pandai memulai pembicaraan dengan seseorang yang belum aku kenali.

Ia hanya mengangguk memahami jawabanku, lantas suasana itu hening. Aku diam ternyata aku masih bingung mau berbicara apa. Sepertinya dia pun juga kebingungan memilih topik pembicaraan denganku.

"By the way, aku suka memperhatikan orang-orang di sekitar sini. Di sana ada sepasang remaja." Perempuan itu menujuk sepasang remaja, yang duduk di ujung sana, "Sebentar lagi salah satu dari mereka mengeluarkan kamera, dan selfi di tempat itu juga."

Mataku pun akhirnya bergerak, melirik ke sepasang remaja yang ia tunjuk barusan. Ternyata benar apa katanya, tak lama seorang pria mengeluarkan kamera ponselnya, kemudian selfi bersama perempuan di sampingnya.

Oke, ini agak aneh. Aku langsung meraih secangkir matcha dan sedikit meminumnya. Aku lihat dia tertawa, mungkin melihat kebingunganku.

"Lalu sebentar lagi, akan ada perempuan datang dan duduk dengan gelisah."

Mendengar lonceng kafe berbunyi. Seorang perempuan baru saja masuk, dan duduk di salah satu kursi dengan gelisah, sambil mengotak-atik ponselnya.

"Aku udah sampai kafe, kamu di mana?" ucap perempuan itu lagi, dan tak lama kemudian ada seorang pria yang baru saja datang sambil menelepon seseorang.

"Halo, Sayang. Aku udah sampai kafe, kamu di mana?"

Aku tertawa setelahnya, melihat keunikan yang barusan perempuan itu tunjukan kepadaku, sungguh perempuan itu ternyata ajaib. Ada manusia seperti ini ternyata, langka ini permpuan, pikirku sambil tertawa. 

"Bisa ketawa juga ternyata," katanya mungkin baru pertama kali melihatku tertawa, dan kini aku masih belum berhenti tertawa.

"Eh, aku kembali dulu ya, ada pekerjaan yang harus diselesaikan."

Aku mengangguk, mengizinkan dia untuk melanjutkan pekerjaannya.

"Oke, selamat menikmati matcha-nya ya."

Aku masih berada di tempat semula, diam memandangi kesibukannya. Sungguh aku menganggumi perempuan itu, cantik, manis pesonanya, menggemaskan, dan ajaib. Dari situ aku merasa berbeda selama aku memandanginya. Tak seperti sebelum-sebelumnya ketika memandang perempuan lainnya, sungguh hanya perempuan itu yang membuatku gila.

Lihat selengkapnya