Mencari Pesan

Setiawan Saputra
Chapter #9

SEMBILAN

Kantor megah Jogjapolitan waktu itu terlihat sepi, tempat parkir tak sepadat biasanya. Hanya terdapat beberapa motor yang terparkir di sana. Mungkin itu motor para wartawan dan redaktur, pikirku setelah Pieter menurunkanku di halaman depan.

"Makasih ya, Pit."

"Oke, Mas. Sama-sama."

Setelah Pieter pergi, aku segera memasuki kantor, melewati gedung lantai satu tempat para pegawai administrasi terlihat kosong tiada orang, hanya meja dan komputer-komputer yang tidak dinyalakan. Mungkin mereka sedang menikmati hari liburnya di rumah masing-masing, bersama keluarga, atau jalan-jalan untuk sekadar menghilangkan rasa penat. 

Sejenak aku membayangkan kenikmatan mereka di hari libur itu, sekilas segera aku membuangnya. Aku pun segera menaiki anak tangga menuju lantai tiga tempat para pegawai beristirahat, makan, dan memesan kopi.

Lantai tiga di kantor Jogjapolitan memang di desain seperti kafe dengan ruangan terbuka, tempat itu biasa mereka sebut Warung Redaksi. Memang sungguh istimewa kantor Jogjapolitan. Pantasan para pegawainya banyak yang betah kerja di situ.

Sampai aku di lantai tiga, langsung ku temui Mas Chilmi dan Dwi yang mungkin sedang menungguku sambil berbincang, ditemani dengan cangkir-cangkir minuman hangat di atas meja hadapan mereka. Aku pun segera menghampirinya.

Tepat di hari itu adalah Hari Buruh Nasional, itu tanggal merah dan harusnya para pekerja diliburkan. Tapi tidak untuk wartawan, dan itu bukan hari libur untuk wartawan, karena di hari itu pasti banyak sekali peristiwa-peristiwa yang terjadi.

Mas Chilmi sang redaktur pun berbicara bahwa, ia sudah mendapat informasi hari itu ada pergerakan aksi damai yang dilakukan oleh gabungan organisasi Mahasiswa Yogyakarta, dan Serikat Pekerja di simpang tiga UIN Sunan Kalijaga, dan kabarnya aksi itu akan di mulai jam sembilan.

Hari itu aku ditemani Dwi wartawan pemerintahaan, Mas Chilmi menugaskan dirinya untuk menemaniku liputan aksi damai Hari Buruh di simpang tiga UIN Sunan Kalijaga. Sang redaktur itu pun juga menginginkan kami untuk tiba di sana satu jam sebelum aksi di mulai. Beliau juga meminta informasi tentang mana saja jalan yang akan ditutup, dan selalu memberikan kabar soal situasi di sana, untuk postingan di sosial media dan situs web Jogjapolitan.

"Jadi kita harus tiba di lokasi sebelum jam delapan, Dran."

"Kita belum tau mahasiswa dari mana aja yang ikut aksi." Aku mengambil sebatang rokok filterku, dan segera membakarnya. Setelah Mas Chilmi pergi, kami pun segera mendiskusikan liputan hari itu.

"Kalau itu aku udah dapat, Dran. Mas Chilmi tadi udah kasih data-datanya."

“Oke, kalau gitu kita tinggal berangkat aja,” kataku kemudian. Sebenarnya, itu sudah sekian kalinya aku mendapat tugas liputan unjuk rasa selama tiga tahun bekerja di Jogjapolitan, "Oh ya, nanti pakai motormu ya, Wi." Aku baru ingat hari itu aku tidak bawa motor.

"Loh motormu mana?"

"Lagi di bengkel."

Lihat selengkapnya