Mencari Pesan

Setiawan Saputra
Chapter #12

DUA BELAS

Mimpi burukku, aku tiba-tiba terbangun di sebuah ruangan tertutup dan gelap, hanya satu lampu kecil sebagai penerang ruangan. Itu bukan ruang perawatan yang bersih di rumah sakit, bukan juga kamar kos-kosanku. Terduduk di sebuah kursi, tubuhku terikat dengan kawat-kawat, sebuah kain menyekap mulutku. Aku tidak bisa bergerak, juga sulit untuk berbicara.

“Ini tempat apa?”

Aku sendiri juga tidak tahu di mana keberadaanku saat itu, dan bagaimana asal-asulku bisa sampai di tempat itu. Aku mencoba menggerak-gerakan tubuhku, terasa sangat sulit sekali.

“Apa yang terjadi dengan diriku?”

Aku melihat pintu ruangan itu terbuka, seorang pria bertubuh besar dengan muka sangar muncul dari balik pintu. Setelah ia menutup dan mengunci pintu itu, segera ia berjalan mendekatiku. Aku hanya menatapnya. Apakah dia yang membawaku?

"Jadi ini keputusan terakhir!" Pria itu melepas kain yang menyekap mulutku, aku masih menatapnya.

"Sekarang pilih, ikut kami atau ..." Pria itu menggantungkan ucapannya sejenak, bibirnya tersungging kecil menatapku lebih dekat. “Selesai?”

Sungguh, pria itu sangat menyebalkan! Apa yang ia mau sebenarnya? “Aku tidak mengenalmu, dan aku tidak mau ikut denganmu. Kamu mau apa?”

"Kamu adalah anak yang keras kepala." Pria itu terkekeh, aku dengar suaranya yang menyebalkan, "Jadi, kamu masih tidak mau ikut kami?"

“Mau jadi apa aku? Aku tidak akan ikut kalian!” jawabku, tidak ada rasa takut. 

Pria itu hanya tertawa, mengangguk-anggukan kepala, "Itu keputusanmu, Nak." Lantas aku melihatnya melangkah ke sudut tembok, terdapat ada sebuah kotak di sana. Tak lama setelahnya, sebuah tombol ditekan, dan sialnya apa yang dia lakukan itu mengakibatkan aliran listrik berjalan cepat. Aku baru tahu kabel dan kawat-kawat yang mengikatku itu mengalirkan listrik ketubuhku.

"Aaaaarrrrrggghhhhhhh.." Sial! Kenapa aku dijadikan seperti itu? Aku tidak tahu apa-apa soal kesalahanku. Dan tubuhku bergetar hebat saat itu, bersamaan dengan kursi yang kududuki, aku memekik keras. Hingga aku tak berdaya setelahnya.

"Haaaarrgghh..."

***

Aku terbangun lagi, kini bukan berada di ruangan yang jelek bersama orang menyebalkan itu, bukan juga di ruang perawatan rumah sakit yang bersih. Aku sudah berada di kamar kos. Duduk di ujung dipanku, berkali-kali aku menghela napas. Hanya sekadar mimpi buruk ternyata, segera aku beranjak dari tempat tidurku, mengambil segelas air dan menengguknya sampai habis.

Aku baru teringat, pagi sebelumnya aku dipulangkan dari Rumah Sakit Bhayangkara, sudah tiga hari aku menginap di sana. Dokter mengajurkanku untuk beristirahat dan melakukan perawatan secara mandiri. Sejenak aku melihat jam di ponselku, sudah menunjukan pukul 16.00 wib. Berarti sudah delapan jam aku tidur sejak tiba di kosan.

Aku duduk kembali di pinggiran tempat tidur, masih memikirkan betapa ngerinya mimpi itu. Apa yang akan terjadi nanti? Aku masih bertanya-tanya, kenapa aku bisa memimpikan hal seseram itu. Apakah ini sebuah peringatan?

Sayup-sayup aku mendengar percakapan seseorang dari luar kamarku, segera aku membuka pintu. Shahrul dan Rara anaknya Pak Eko sang pemilik kos ternyata yang bercakap-cakap di ruang tengah, mereka pun langsung menatapku setelah mendengar pintu kamarku terbuka.

"Hey, Dran. Udah bangun?"

Aku hanya diam tidak menjawabnya, pertanyaan yang tidak perlu dijawab menurutku. Lantas aku segera menghampiri mereka di sofa ruang tengah, duduk di sebelah Shahrul.

"Gimana kondisimu, Dran?" Shahrul bertanya lagi.

Lihat selengkapnya