Mencari Pesan

Setiawan Saputra
Chapter #21

DUA PULUH SATU

Setelah dari Gunungkidul esoknya aku langsung kembali bekerja, berburu berita lagi dengan suasana baru di hati. Aku merasa lebih semangat lagi bekerja, hari-hari yang aku jalani penuh dengan senyuman. Ya, wajar saja namanya orang lagi berbunga-bunga.

Sungguh, hal itu berdampak positif bagi diriku, pekerjaanku bisa aku selesaikan dengan mudah karena itu. Setidaknya hari itu aku kembali ke kantor dengan membawa empat berita, salah satunya berita kasus sengketa tanah yang sedang ramai diberitakan oleh media-media, dan aku berhasil mendapat perkebangan kasus itu terbaru.

Seperti biasa di sore hari, sang redaktur membagikan makanan untuk para wartawannya, dan perebutan makanan pun kembali terjadi. Hari itu Mas Chilmi membagikan donat dan terang bulan. Itulah pertanda kabar baik dari sang Redaktur, tentu karena aku berhasil mendapatkan berita kasus terbaru tentang sengketa tanah, dan berita itu berhasil masuk ke halaman depan koran. 

 “Wiih, Mas Badran. Dapatnya banyak banget, bagi dong, Mas.” Pipah memasang wajah melas di hadapanku. Benar kala perebutan makanan itu, aku mendapatkan lebih banyak dari teman-temanku. Dua donat dan dua terang bulan.

Aku tertawa melihat ekspresinya, “Ya udah ambil,” kataku.

Wajahnya pun seketika ceria, dengan senangnya Pipah mengambil dua donatku, “Makasih, Mas Badran,” ucapnya.

“Ya sama-sama,” kataku.

“Lain kali lebih ceketan ya, Pah,” kata Mas Chilmi mengingatkan lagi.

Itu sudah berapa kalinya Mas Chilmi mengingatkan Pipah untuk lebih sigap dalam perebuatan makanan yang diberikan redaktur. Karena, setiap kompetisi kotak-kotak berlangsung, Pipah yang selalu mendapat paling sedikit, bahkan Pipah pernah tidak dapat sama sekali, dan ujung-ujungnya minta ke temannya yang lain.

***

Pertemuanku dengan Eliza semakin sering. Setiap habis liputan dan pulang dari kantor, aku selalu mampir ke kafe milik Eliza. Kafe Rembulan bukan hanya tempatku menulis berita dan artikel sembari menyeruput matcha. Tapi, juga bertujuan untuk bertemu dengan Eliza.

Tak terasa waktu berjalan sudah tiga minggu lamanya, setelah aku mengungkapkan perasaanku kepadanya di Bukit Bintang Gunungkidul, hubunganku dan Eliza semakin menjadi. Saling menyayangi, mencintai, dan memiliki.

Lihat selengkapnya