Kami sebelumnya sudah berjanji, sepulang kerja jalan-jalan ke Malioboro. Malam itu kencan keduaku dengan Eliza. Dan kencan kali ini aku yang memboncengnya menggunakan motorku sendiri. Malam akhir pekan kala itu, sedang cerahnya dipenuhi bintang-bintang yang menghiasi langit Jogja serta suasana hatiku saat itu.
“Sebentar ya, Mas. Mbak Eliza masih di ruangannya,” kata Awan menjawab pertanyaanku tentang keberadaan Eliza, dan aku harus menunggu duduk di salah satu kursi yang ada di depan bar.
Tak lama aku menunggunya, dari balik pintu sebuah ruangan khusus, munculah seseorang yang aku nantikan sedari tadi. Seketika aku terpanah dengan penampilannya, rambut yang dikuncir belakang, menyisakan beberapa helai rambut di pelipis kanan kirinya. Memakai pakaian simpel dengan warna abu-abu, juga tercium aroma parfumnya, sangat menenangkan. Penampilan Eliza malam itu masih sesuai ciri khasnya, tapi itu bagian paling cantiknya.
“Kenapa?” Eliza bertanya, ia berdiri di hadapanku.
“Nggak.” Aku menggeleng, aku tidak bisa memuji dalam kata-kata, karena yang aku tahu dia sangat cantik malam itu.
“Biasa aja lihatnya.” Eliza tertawa kecil, “Yuk, kita berangkat.”
Aku mengangguk, segera berdiri dan berjalan keluar bersamanya. Seperti orang pacaran pada umumnya, tak perlu aku meminta dan mengoda, tangannya sudah lebih dulu menggandeng tanganku.
Aku mengendarai motor matic-ku dengan tenang, melewati kesibukan kota sembari menikmati suasana jalanan malam bersama seorang perempuan dambaan yang memelukku dari belakang. Terlihat kota itu sangat ramai, wajar saja kala itu malam minggu.
Hingga akhirnya, kami sampai di suatu tempat parkir sepeda motor di kawasan Malioboro. Semakin malam suasana semakin ramai, terlihat banyak sekali wisatawan-wisatawan yang berkeliaran di tempat itu. Beberapa pedagang sedang menawarkan barangnya kepada para pengujung yang melintas, mulai baju khas, manik-manik, souvenir, hingga miniature becak dan sepeda ontel.
Di ujung sana, beberapa wisatawan dari dalam dan luar negeri terlihat asyik berfoto, dan di ujung lainnya terdapat musisi jalanan yang sedang bermain gitar sambil bernyanyi ria. Memang, di situ tempatnya sangat menyenangkan dan romantis bila datang bersama seseorang yang dicintai.
Aku dan Eliza berjalan bergandengan. Eliza yang ada di depan menarik tanganku melewati para pedagang yang selalu menawarkan barangnya, dan juga rombongan pengunjung yang sedang memilih barang dari salah satu pedagang.
“Kita mau kemana sih, Za?” kataku yang masih terus berusaha mengejar langkahnya yang sangat gesit melewati para pengunjung di Malioboro.
“Katanya mau jalan-jalan?” jawabnya, terus menarik tanganku, langkahnya semakin cepat berjalan.
“Iya sih, tapi jalannya jangan cepet-cepet,” keluhku, sungguh aku sangat kelelahan.