Mencari Pesan

Setiawan Saputra
Chapter #29

Dua Puluh Sembilan

“El, ayo kita hunting!”

Tiba-tiba suara itu mengejutkanku, mungkin juga dengan Eliza. Kami berdua pun langsung membalikan badan, dan menghadap seorang pria yang sudah berdiri di hadapan kami.

“Ayo, Ham. Sama Badran juga ya,” Eliza langsung menggandeng lenganku.

Pria itu langsung menatapku, “Boleh,” jawabnya setelah itu.

“Ayo, Dran. Kita hunting,” ajaknya kepadaku.

Aku hanya menganggukan kepala untuk menerima ajakannya.

“Kamu bawa kamera, kan, Mas?” Hamdi bertanya.

“Bawa,” jawabku, segera aku mengeluarkan tas kameraku dari ransel.

“Ya udah, maksudku nanti biar sama-sama kita hunting,” kata Hamdi. Ya, aku memahami maksudnya.

Aku mengakui kameraku tak sebagus mereka yang bisa menghasilkan sebuah karya yang cantik, sementara kameraku itu hanya kamera murah seharga dua jutaan. Dan kamera itu hanya aku pergunakan untuk liputan, memotret berbagai macam peristiwa. Mulai dari kecelakaan, bencana alam, korban pembunuhan, pelaku kriminal, juga suasana persidangan. Tak seperti mereka yang kebanyakan isi galeri di memorinya sebuah foto-foto pemandangan, jalanan, model, juga makro yang cocok dijadikan sebuah karya untuk dipajang dan dinikmati. 

Kini aku berjalan dengan Eliza juga Hamdi. Eliza berada di tengah, sedangkan Hamdi ada di sisi kanannya, sementara aku berada di sisi kirinya. Masing-masing dari kami membawa kamera, membidik suatu titik yang menurutnya menarik untuk dijepret dengan lensa.

Berbagai macam objek yang dipotret, aku terlalu suka memotret orang-orang yang berlalu lalang di sekitaran alun-alun, orang penjual kopi, anak kecil yang sedang bermain-main, tukang parkir, juga orang pacaran. Aku suka dengan tipe fotografi seperti itu, memotret seseorang tanpa kesadarannya.

Selama hunting, kami sibuk membicarakan banyak hal, salah satunya fotografi juga komunitasnya. Hamdi dan Eliza yang banyak bicara, sementara aku hanya menyahut-nyahutnya sedikit. Lantas suatu pertanyaan terlontarkan kepadaku.

“Kalau aku lebih suka street photogrpahy, karena itu tanpa pose, tanpa setingan. Jadi foto itu dihasilkan secara spontan, dan apa adanya.” Aku menjawab pertanyaan Hamdi, perihal tipe fotografi yang aku suka.

Hamdi mengangguk, mendengarkan jawabanku. Lantas ia kembali sibuk membicarakan hal lain dengan Eliza. Sementara itu aku hanya diam, menyimak obrolan mereka berdua.

Lihat selengkapnya