Seijinku, Pak Sutris seorang penjaga di kantorku datang ke kosan untuk mengambil barang-barangku. Mas Chilmi memberikan satu kamar untukku. Kamar itu sebenarnya untuk pegawai yang menginap di kantor, tapi jarang sekali mereka menginap di situ, kecuali kalau ada liputan di jam yang lebih pagi. Biasanya wartawan yang bertugas menginap di kamar itu.
Di hari itu pun pertama kaliku bekerja seharian di kantor. Cukup membosankan, berada di ruang sendiri, di depan komputer, menelepon sana-sini menghubungi narasumber, mengetik berita. Tak seperti hari-hari sebelumnya, di jam seperti itu aku sudah berada di luar, mungkin aku berada di kantor kepolisian, atau di kantor pengadilan untuk meliput segala peristiwa.
Sebelumnya aku meminta tolong Andika, untuk menggali informasi soal Pieter yang terjerat kasus narkoba. Beruntungnya Andika menjalankan tugasku dengan baik, katanya ia sempat mewawancari dua pelaku yang dari Jogja, salah satunya Pieter.
Sesuai informasi yang aku minta, Andika menjelaskan tentang Pieter. Bahwa sebenarnya Pieter ada pemasoknya, ia adalah penjual kopi dan makanan ringan di dekat terminal. Sudah tiga tahun katanya ia menjual obat-obatan seperti itu. Tapi untuk Pieter, katanya masih seminggu ia membeli barangnya.
“Temenmu itu hampir depresi, Dran. Punya banyak masalah,” kata Andika begitu, menjelaskan alasan Pieter kenapa ia bisa memakai.
“Masalah apa?” tanyaku.
“Masalah keluarganya, Dran.”
Masalah keluarga? Di dalam sambungan telepon aku masih tidak bicara, masih memikirkan jawaban Andika barusan. Selama itu Pieter tidak pernah menceritakan masalahnya kepadaku dan teman-temanku di kosan. Ada masalah apa keluarganya, yang membuatnya jadi seperti itu?
“Terus kira-kira dia bisa direhab nggak, Dik?” tanyaku lagi.
Andika pun menjawab, “Kalau menurutku sih bisa, Dran. Dia ini pemakai, dan jangka waktu pemakaiannya nggak terlalu lama. Tapi nggak tau ya, jumlahnya ada berapa gram waktu ia tertangkap.”
Begitulah informasi yang aku dapatkan dari Andika yang saat itu berada di kantor Polda. Sambungan telepon kami pun berakhir, Andika pamit acara perskon segera dimulai. Selanjutnya aku pun menghubungi narasumber lain, untuk mendapatkan satu berita lagi selain kasus narkoba.
Tak lama aku menunggu kabar dari Andika, konferesi pers di kantor Polda soal kasus penyalahgunaan narkoba telah selesai. Andika langsung mengirimkan rangkuman dari hasil perskon itu.
Selain mengirimkan rangkuman, Andika juga mengirimkan gambar dan rekaman suara. Aku membuka salah satu gambar, di gambar itu aku melihat Pieter dan enam orang lainnya berdiri dibelakang, mereka dipakaikan masker penutup mulut dan menundukan kepala. Di gambar lainnya juga terdapat barang-barang bukti yang diamankan, semacam sabu-sabu dan pil ekstasi.
Kemudian aku juga mendengarkan rekaman suara berdurasi 30 menit, di dalam rekaman itu Kabidhumas Polda membeberkan semua tentang kasus penangkapan narkoba. Dan pada durasi terakhir aku mendengar Kabidhumas memberi pernyataan hukuman yang dijatuhkan untuk para pelaku.