"Waktu itu pak Hamid dan Soleh lagi mau membeli barang untuk kebutuhan dapur yayasan di pasar. Dan Soleh nggak sengaja melihat anak itu sedang duduk di emperan toko. Dia nggak ngemis atau minta-minta, dia hanya memperhatikan orang-orang. Lalu ketika ada ibu-ibu yang sedang kerepotan belanja, anak itu segera membantu untuk membawakan belanjaannya. Mungkin hal itu yang membuat Soleh mengajaknya ke sini. Melihat anak itu peduli dengan orang lain, kita bisa menebaknya bahwa dia anak yang baik. Tapi ternyata tidak semudah itu, anak laki-laki ini sangat bersikeras tidak mau ikut bersama Soleh dan pak Hamid. Diberi alasan apapun tetap tidak mau."
Meira menghela napas sebentar. "Mbak tahu sendiri kan, Soleh kalau sudah melihat dengan matanya sendiri seseorang yang harus dibantu. Dia akan terus mencari orang itu dan berusaha membawanya kemari. Soleh mencoba kembali besoknya. Hari itu dia melihat anaknya sedang jualan tisu, tapi wajah dan lengannya terlihat lebam dan memar membuat Soleh benar-benar memaksa anak itu untuk ikut bersamanya."
Ann masih menyimak dengan Sita yang duduk di sebelahnya, mendengar penjelasan dari Meira tentang si anak baru yang datang ke Yayasan. Perempuan yang berada dua tahun di bawah Ann itu adalah salah satu pengurus sekolah Al-Fazza dan dipercayai oleh Ann sebagai seseorang yang mengurus segala bentuk pengeluaran dan pemasukan sekolah. Wanita lulusan manajemen akuntansi terbaik ini, sangat jujur, cekatan dan bertanggung jawab dengan pekerjaannya. Tidak heran, manajemen keuangan di sekolah tertata dengan baik sampai hari ini.
Meira bisa bekerja di sekolahnya Ann atas rekomendasi Agus yang sampai saat ini masih menjabat sebagai lurah. Selama tujuh tahun ini, dia telah menjadi karyawan sekaligus teman yang baik untuk Ann dan sekolah.
Ann mengangguk-angguk setelah Meira selesai bercerita. Selama ia menjadi pengurus sekolah yang berhubungan dengan anak-anak, mungkin anak baru ini adalah sesuatu yang baru. Dimana setiap Ann bertemu atau membawa anak-anak untuk tinggal di yayasan atau sekolah di Al-Fazza tidak pernah mengalami kesulitan. Anak-anak penurut dan baik, bahkan sangat senang ketika sudah berada di yayasan atau sekolah.
"Aku akan mencoba mendekatinya, mungkin anak itu masih belum bisa beradaptasi di sini." ujar Ann.
Mereka bertiga kemudian meninggalkan ruangan itu, menuju yayasan yang berada di sebelah gedung sekolahan.
.
.
Ann masih memperhatikan anak laki-laki yang sedang duduk di kursi taman yayasan. Umurnya sekitar delapan tahun, dengan tubuh kurus dan rambut sedikit coklat terbakar matahari. Tatapan matanya lekat memandang ke arah anak-anak lain yang sedang bermain. Tidak ada senyum ataupun keinginan untuk bergabung dan ikut bermain. Anak itu hanya memeluk lututnya dengan pandangan datar dan tak bergairah.
Ann menghela napas, lalu perlahan mulai mendekati anak yang duduk sendirian itu. Duduk di sebelahnya, ikut menyaksikan anak-anak yang sedang bermain di depan mereka.
"Itu namanya Arid, yang tinggi Ikhsan dan yang megang tali karet namanya Ifah." ucap Ann memperkenalkan anak-anak yang sedang bermain tali karet.
Tidak ada respon darinya.
"Mereka akan menjadi teman kamu disini. Mereka baik lho, suka belajar dan saling menyayangi."
Ann melirik dari sudut matanya, melihat anak itu menurunkan kedua tangan dari lututnya dan menyusul kedua kakinya turun dari atas kursi.
"Aku Annalisa, kamu bisa panggil kak Ann, mbak Ann atau ibu Ann."
Masih tidak ada suara di sebelahnya.
"Kamu sudah makan?" butuh beberapa detik sampai anak itu menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
Ann tersenyum kecil, setidaknya anak itu mau menjawab pertanyaannya meskipun hanya dengan gelengan kepalanya.