MENCARI SURGA 2

memia
Chapter #9

#9 BERAT UNTUK MENINGGALKAN

Semuanya sesuai keinginan Ann, ketika semua orang menutup mulutnya dari penyakit yang sedang diderita Ann. Termasuk dokter Widia yang terpaksa tidak mengatakan apa-apa perihal kanker yang bersarang di dada Ann kepada Ali.

Dan yang Ali tahu, bahwa Ann hanya kelelahan. Dokter memberikannya beberapa obat yang Ali tahu sebagai vitamin untuk daya tahan tubuh istrinya. Padahal benda kecil itu adalah obat-obatan untuk mengurangi rasa sakit yang dialami Ann. Sebelum Ann memutuskan pengobatan apa yang akan dilakukan untuk kanker yang dideritanya. 

Keadaan Ann sudah lebih baik, meskipun wajahnya masih pucat, dan sudah berada di rumahnya sendiri. Ali tidak masuk kerja untuk merawat istrinya sampai dia benar-benar melihat sendiri keadaan Ann pulih seperti biasa. Ali sedang membuatkan makanan untuk Ann ketika kiai Hasan, umi Aisyah, Akbar dan Astrid datang menengok.

Astrid tidak mengatakan apa-apa kepada Akbar maupun kiai dan umi tentang penyakit Ann. Ia masih bingung dengan kemauan sahabatnya itu. Melihat Ali yang sedang merawat Ann membuatnya hanya bisa terdiam. Betapa Ali sangat memperhatikan Ann, Astrid tidak bisa membayangkan bagaimana seorang Ali harus kehilangan Ann, wanita yang paling dicintainya.

Astrid pergi ke kamar mandi untuk menyembunyikan airmatanya yang tidak bisa ditahannya. Mungkin karena kehamilannya juga, ia jadi sensitif dan mudah menangis.

"Kamu harus lebih memperhatikan kesehatan kamu sendiri Ann." Umi menyerahkan buah jeruk yang sudah dikupasnya pada Ann.

"Sekuat apapun kamu, jangan berlebihan." Kiai menambahkan.

"Iya kiai, umi, aku terlalu bersemangat mengurus yayasan dan sekolah. Rasanya bahagia berada di dekat anak-anak." Sahut Ann, dadanya tidak terasa sakit lagi.

"Lusa Asyifa datang, dia kangen sama kamu katanya." Ucapan Akbar membuat Ann tersenyum. Sudah berapa lama Ann tidak bertemu dengan Asyifa, rasanya lama sekali.

"Rasanya menyenangkan, kembali berkumpul dengan orang-orang terkasih." Ann melirik Astrid yang baru saja duduk di sebelah Akbar. Astrid hanya menunduk, tidak sanggup melihat kepura-puraan ini.

"Karena itu kamu harus lebih banyak meluangkan waktu untuk sekedar makan siang atau makan malam bersama kami di pesantren," ucap umi.

"Iya, maaf umi, aku jarang hadir di pengajian." 

"Tidak apa-apa, umi mengerti yang penting kamu masih sempat melihat pesantren."

Perhatian kiai dan umi masih sama, kehangatan keduanya masih terasa hingga sekarang. Ann tidak menyangka bahwa ia mungkin akan pergi lebih dulu dari orang-orang yang berada di rumahnya sekarang. Menatap mereka satu persatu membuatnya merasa wanita paling beruntung karena dikelilingi orang baik. Ann sedih, waktunya mungkin tidak akan lama lagi bisa bersama mereka.

Terlebih ketika ia melihat Ali yang sedang bicara dengan Akbar. Bagaimana perasaan suaminya itu jika tahu tentang penyakitnya. Hatinya pasti akan hancur berkeping-keping. Ann tidak ingin melihat Ali meratapi sakitnya, atau ikut sakit seperti yang ia rasakan.

Tidak, Ali tidak boleh tahu. Biarlah Ali tahu sendiri bila saatnya waktu itu tiba, saat Ann benar-benar harus pergi dari hidup Ali. Saat Ann menghembuskan napas terakhirnya. Setidaknya sakit yang dirasakan Ali mungkin tidak akan lama.

Tapi Ann salah, cinta Ali begitu besar kepadanya. Ia akan sakit untuk selamanya bila kehilangannya. 

Lihat selengkapnya