Ali sedang mencari kiai Hasan untuk membicarakan sesuatu. Maka ketika menemukannya di perpustakaan ia segera menghampiri.
"Assalamu'alaikum."
Kiai Hasan mengangkat wajahnya yang sedang membaca sebuah buku. "Wa'alaikum salam."
Ali kemudian duduk di depan Kiai.
"Kamu sudah selesai mengajar?"
"Sudah kiai, saya ingin memberitahu sesuatu kepada kiai."
Kiai mengangguk lalu membiarkan Ali melanjutkan ucapannya.
"Saya ingin jadwal mengajar saya di tukar di hari sabtu Kiai."
Kiai Hasan menatap Ali dengan bingung. "Ada apa kok tiba-tiba?"
"Sepertinya di hari kerja, senin sampai jumat saya kerja di tempat lain."
Sebelum kiai bertanya lagi, dengan hati-hati Ali mengutarakan maksudnya.
"Saya sudah diterima menjadi pegawai negeri di dinas pertanian kabupaten kiai. Tapi saya kerjanya dari hari senin sampai jumat, hari sabtunya saya masih bisa mengajar di pesantren."
Wajah Kiai sumringah. "Alhamdulillah, akhirnya kamu jadi kerja kantoran juga."
Seperti orangtua yang bangga terhadap anaknya, kedua mata kiai berkaca-kaca."Tidak mengajar disini juga tidak apa-apa, nanti bisa nyari guru yang bisa ngajar komputer. Kamu masih bisa ceramah di hari minggu."
Ali tersenyum, senang dengan reaksi pria di depannya.
"Saya ingin tetap jadi pengajar di sini kiai, karena melihat anak-anak santri menguasai teknologi membuat saya senang bisa berguna untuk mereka."
Kiai mengangguk-angguk lalu menghela napas.
"Akhirnya kamu mendapatkan apa yang sepantasnya kamu terima. Kerja keras kamu dalam belajar membuahkan hasil. Orang tua kamu pasti bangga Li."
Ali menunduk, merasakan kebahagiaan sekaligus kesedihan mengingat kedua orangtuanya tidak melihat langsung kesuksesan Ali.
"Saya sebenarnya berat ketika menerima berita baik ini, karena saya akan jarang berada di pesantren. Saya benar-benar ingin mengabdikan seluruh jiwa raga untuk pesantren kiai."
Kiai Hasan menggeleng pelan.
"Seperti yang selalu saya tekankan kepada kamu dan juga anak-anak santri yang lainnya kalau nanti sudah lulus dari sini pergilah untuk mengejar dan meraih ilmu dan kerja seluas-luasnya. Asal jangan sampai meninggalkan ibadah dan tetap istiqomah. Silahkan kejar mimpi kamu untuk kehidupan kamu yang lebih baik, dunia maupun akhirat. Dengan melihatmu sukses nanti itu adalah nilai lebih. Karena dengan itu, berarti saya sudah berhasil mendidik kamu dengan baik Li. Jangan khawatir, pesantren ini akan tetap berdiri dengan kokoh, insyaallah."
Dada Ali berdebar, mendengar kata-kata yang tulus dari Kiai Hasan. Betapa ia sangat beruntung ditemukan oleh orang besar ini. Rasa syukur dan rasa terima kasihnya hanya bisa ia lakukan dengan sekolah yang benar sampai akhirnya ia mendapatkan posisi sekarang.
"Terimakasih atas apa yang telah kiai lakukan kepada saya selama ini. Saya tidak tahu lagi harus membalasnya seperti apa."
Kiai Hasan tersenyum lembut. "Kamu harus jadi orang sukses, itu saja yang saya minta."