Mata Ali memandang jauh pegunungan yang nampak cantik di depannya. Tapi keindahan itu tidak bisa membuat pikirannya sama seperti yang dilihatnya. Pandangannya kosong, pikirannya entah tertuju kemana. Lebih dari tiga bulan ia kehilangan gadis itu, dan untuk sekedar menanyakan kabar pun ia tidak berani. Takut perasaannya akan semakin sulit lepas dari bayang-bayang Ann. Ia tidak pernah menyangka. menyimpan rasa sukanya terhadap Ann akan membuatnya seperti ini.
Soleh yang baru saja tiba di ladang mendengus kesal. Sudah sering ia melihat gurunya itu seperti sekarang, melamun dan bengong.
"Kenapa nggak ungkapin aja sih sama orangnya."
Ali memutus pandangannya, ia masih mendengar suara yang berada di dekatnya meskipun pikirannya melayang entah kemana. Soleh ikut duduk di pematang sawah sebelah Ali.
"Kamu nggak masuk kelas?"
"Ini udah mau masuk solat asar kak."
Ali sedikit terjingkat. "Oh, udah sore ternyata."
Soleh terkekeh. "Nggak usah ditutupi lagi, soleh udah tahu kok kenapa akhir-akhir ini kakak sering melamun."
Ali menghela napas, anak remaja ini memang yang paling mengerti dirinya.
"Soleh emang nggak ngerti soal perasaan, tapi Soleh tau kok gimana ketika orang sedang mikirin orang lain yang disukainya."
"Sok tahu kamu, pacaran aja belum pernah."
"Eh Soleh pernah baca novel lo kak tentang cinta-cintaan gitu."
"Wah, kamu udah berani ya baca buku kayak gituan. Aku aduin ke kiai biar kamu dihukum."
"Ihh baca buku kayak gituan apaan sih kak? Soleh kan cuma baca novel teenlit gitu bukan yang dewasa-dewasa gitu." Elak Soleh agak takut juga kalau sampai Ali ngadu ke kiai Hasan.
Ali tertawa melihat raut wajah Soleh yang ketakutan.
"Selesaikan hapalan kamu, jangan kebanyakan baca buku kayak gitu."
"Soleh cuma baca sekali kok, itu juga pinjem dari kak Astrid."
Ali menggeleng, ia lalu berdiri membereskan alat-alat berkebunnya sebelum ia pulang untuk mandi dan solat asar.
"Tapi sedikitnya aku tahu apa yang sedang kakak alami."
Soleh menyusul Ali beriringan berjalan keluar ladang.
"Kak, jangan dipendam gitu nanti galau lho."
"Siapa yang bilang aku lagi galau? Aku nggak mungkin memikirkan yang lain selain ibadahku sendiri."
"Tuhan nggak ngelarang kita untuk jatuh cinta kak, gimana mau punya keturunan kalau nggak ada perasaan sama lawan jenis."
Ali menghentikan langkahnya, menoleh ke arah Soleh yang tersenyum kikuk karena menyadari baru saja mengguruinya.
Ali melanjutkan langkahnya.
"Aku, memang sedang memikirkan Ann." ucapnya pelan.
Soleh mengangkat kedua alisnya senang, ternyata pancingannya berhasil membuat Ali jujur padanya.
"Kak Ali cinta sama kak Ann?"
"Mungkin ..."
"Kok mungkin, kalau hampir tiap hari mikirin itu namanya ya cinta kak Ali."
Ali terdiam, membenarkan kata-kata sok tahu Soleh.
"Belum terlambat untuk ungkapin perasaan kakak, apapun jawabannya yang penting kakak lega udah ngeluarin itu dari hati. Soleh yakin kok, kak Ann sepertinya juga suka sama kak Ali."
Ali menarik napas berat.
"Udah kak, telepon sana. Lama ihh." kesal Soleh.
"Telepon ke luar negeri tuh mahal Soleh."
"Lah katanya udah jadi pegawai negeri, telepon pujaan hati aja pelit."
"Iya nanti aku telepon."
"Perbedaan waktunya enam jam lho kak, kakak jangan telepon kak Ann pas lagi tidur malam."
"Iya besok pagi telponnya."
Soleh tersenyum puas, akhirnya Ali mengalah juga untuk mau menghubungi Ann.
Pemuda seperti Ali memang butuh dorongan untuk sesuatu yang berhubungan dengan perasaan, dan Soleh adalah satu-satunya orang yang mengerti dengan hal itu. Mungkin karena sesama laki-laki dan memang sudah merasa dekat dengan pria yang sudah dianggap kakaknya sendiri itu. Soleh hanya ingin Ali bahagia bersama perempuan yang tepat.
.