Setelah kejadian dua hari lalu, dimana Stephen dengan rela melepas dan membatalkan proses ta'aruf mereka. Ann masih diselimuti perasaan bersalah, padahal Stephen sudah bersikap biasa ketika seperti biasanya mereka bertemu di komunitas Al-Hikmah.
Siang ini, Ann masih betah memandangi pemandangan luar jendela kamarnya sambil memikirkan beberapa kejadian sebelumnya. Matanya terpejam, ketika tiba-tiba pertanyaan muncul di benaknya, apakah pemuda di lain negara itu masih mengingatnya? Apakah Ali masih memikirkan dirinya, mengingat dirinya telah menorehkan rasa sakit yang begitu dalam di dadanya.
Ann masih melamun, ketika handphone di atas meja riasnya berdering, cukup lama gadis itu membiarkannya hingga ketika tersadar segera meraih benda itu untuk menerima panggilan dari Keyla.
"Lagi apa bu? Gimana kabarnya? gimana persiapan nikah sama Stephen? lagi musim apa di London? gimana ..."
Dikontrakan kedua sahabatnya, Astrid merebut handphone Keyla karena greget dengar beberapa pertanyaan tanpa jeda untuk Ann.
"Assalamu'alaikum Ann." Astrid kemudian menyalakan Loudspeaker.
Ann tersenyum kecil kemudian membalas. "Wa'alaikum salam."
"Gak usah nanggepin si Keyla, dia mah lagi gabut lagi nungguin pesan gebetan anak psikologi yang nggak ada kabarnya sampai sekarang." Astrid terkekeh, sementara Keyla hanya berdecak di belakang Astrid.
"Loh, yang dulu anak hukum gimana? nggak ada kabarnya lagi." Ann ikut tertawa kecil.
"Tau ah Ann, kesel gue. Tiap ada yang deketin gue selalu kagak berlanjut lagi. Coba di kampus ada yang kayak ustad Ali, soleh, pinter ..." Astrid memotong ucapan Keyla dengan memberikan pelototan padanya. Keyla menutup mulutnya, takut Ann tersayat lagi hatinya karena ceplas-ceplosnya.
"Ckk, gue nggak apa-apa kali. Gue bukan anak sma yang baperan gitu." Sahut Ann yang tahu kalau kedua sahabatnya merasa tidak enak dengannya.
"Oh ya Ann gimana kabar Stephen, terus udah sampai mana proses ta'arufnya?"
Ann menghela napas pelan sebelum menjawab pertanyaan Astrid.
"Kak Stephen membatalkan proses ta'arufnya."