Kabur dari keramaian adalah jalan yang dipilih Ann untuk sekedar menghindari Ali. Seperti saat ini, melarikan diri dari pandangan pemuda yang belum sempat disapanya sama sekali. Duduk sendiri di tempat yang dulu jadi tempat pelariannya membuat Ann memikirkan banyak hal. Semuanya berhenti di sosok itu, pemuda yang masih belum bicara dengannya karena Ann benar-benar berusaha untuk menghindarinya. Ia hanya belum siap bertatapan lagi dengannya.
Entah kenapa sulit sekali untuk hanya tersenyum padanya. Ketika yang lainnya sibuk dengan makanan yang dihidangkan, Ann memilih menyendiri di tempat ini. Berharap bisa sedikit membuatnya bernapas dengan pemandangan hijau yang tersaji di depannya. Tapi wajah yang menghangati hatinya itu masih nampak jelas di matanya.
Hampir lima bulan iaa meninggalkan tempat ini, memang belum lama tapi kerinduan terhadap tempat ini sangat besar. Selama di London ia hanya mendengar cerita dari Astrid dan Keyla tentang kabar pesantren. Dia bersyukur sekarang ia bisa melihatnya langsung dan semuanya dalam keadaan baik, semuanya, termasuk Ali.
Meskipun Ann tidak dapat merasakan bagaimana sesungguhnya perasaan Ali sekarang. Yang Ann tidak tahu, laki-laki itu mungkin terlihat baik-baik saja di luar tapi di dalam hatinya, masih ada rasa yang masih tersimpan untuk Ann. Dan gadis itu tidak melihatnya, Ann pikir Ali sudah melupakan tentang sakit hati yang dibuatnya dan sudah move on. Karena itulah dirinya masih bimbang dan ragu dengan perasaannya sendiri. Apakah ia harus melanjutkan rasa cintanya terhadap pemuda itu atau berhenti berharap.
Ann menghela napas, dan tersenyum sendiri karena kegalauan yang dibuatnya.
"Hati-hati melamun di tempat ini."
Dan seseorang yang membuat perasaannya tidak menentu tiba-tiba muncul mengalihkan semua perhatiannya.
Ann menoleh, menemukan segaris senyum dari bibir Ali.
"Apa kabar?" Ali duduk dan memberikan jarak satu meter di sebelah Ann. Lihat kan. pria itu seperti tidak mempunyai masalah, sepertinya memang ia sudah melupakan perasaannya pada Ann.
Dan Ann berusaha menyembunyikan rasa gugupnya. "Baik, ustad sendiri gimana kabarnya? Saya dengar sekarang sudah kerja di kantoran ya?"
"Alhamdulillah, semuanya baik." Jawab Ali, matanya mengikuti arah pandang Ann yang kembali menyaksikan burung-burung yang hinggap di tangkai padi.
"Saya ikut bahagia melihat ustad dalam keadaan baik, dengan menjadi pegawai negeri berarti ustad sudah mempunyai kehidupan yang baik juga. Tapi, apakah ustad akan meninggalkan pesantren karena itu?"
"Saat mendaftar calon pegawai negeri, saya tidak menyangka bahwa saya bisa lolos. Tapi saya tetap jadi pengajar di pesantren, karena ini adalah rumah saya, maka saya harus kembali kesini. Saya tidak mungkin meninggalkan tempat yang sudah membesarkan saya."
Ann hanya mengangguk, sementara dadanya masih saja berdebar tak beraturan.
Keduanya saling menutupi kebahagian karena bisa bertemu kembali, hanya tidak ingin terlihat menggebu-gebu. Karena Ali tahu, gadis di sebelahnya adalah milik orang lain, maka sebisa mungkin ia tahu batas. Dan Ann, yang masih bingung dengan perasaannya sendiri tidak berharap terlalu banyak akan perasaan Ali terhadapnya.
"Saya tadi melihat-lihat tanaman yang ada di kebun hidroponik, sepertinya ustad merawat kebun itu dengan baik." Ann benar-benar menata suaranya agar tidak terdengar sedang gelisah.
"Kebun itu adalah peninggalan kamu yang harus saya rawat dengan baik. Saya, hanya tidak ingin kebun itu rusak seperti... perasaan saya."
Ann tahu kemana arah ucapan Ali barusan, seperti menyindirnya dengan halus. Ya, laki-laki itu memang masih menyimpan rasa sakit ketika perasaannya tidak terbalaskan.
Ustad mengulas senyumnya tipis, lalu melanjutkan bertanya."Oh ya, gimana kabar keluarga di London?"
"Alhamdulillah semua baik." Sungguh Ann tidak berani berbicara dengan menatap mata yang penuh kilauan bening itu. Seharusnya Ann tahu, bahwa itu adalah pancaran kebahagiaan karena bertemu dengannya.
"Dan, kapan kamu akan melangsungkan pernikahan?"
Pertanyaan itu mampu membuat Ann tertegun sesaat di tempatnya, akhirnya tanya itu terlontar juga dari bibirnya Ali. "Oh, itu..." Ann tidak melanjutkan ucapannya, membuat Ali kembali mengurai kata-kata dengan menunduk.
"Saat kamu mengatakan bahwa kamu sedang ta'aruf, jujur saya terkejut dan malu. Karena saya malah mengungkapkan perasaan disaat kamu sudah mempunyai ikatan untuk ke jenjang pernikahan."
Ann membuka mulutnya tapi tidak bisa berkata-kata. Suara Ali, terdengar seperti curahan kejujuran atas rasa sakitnya. Tapi diucapkan dengan lugas sebagai seorang laki-laki yang berjiwa besar dan yang menerima dengan tulus penolakan atas rasa cintanya.
Ann sedikit terkesiap ketika Ali tiba-tiba berdiri, menghela napasnya. "Baiklah, mungkin kamu ingin menikmati kerinduan di tempat ini sendiri. Saya tidak ingin mengganggu."