MENCARI SURGA

memia
Chapter #32

LEPAS


Ann yakin, Astrid dan Keyla pasti sedang menertawakan dirinya karena masih ingin berlama-lama disini. Mereka pasti berpikir, Ann ingin disini karena Ali. Tujuh puluh persen memang benar, tapi sisanya ia ingin mengenang kembali ketika pernah menjadi santri di pesantren Al-Hidayah. Tanpa sadar Ann sudah seperti remaja yang sedang jatuh cinta. Waktu dulu ia tinggal disini, Ann dan Ali belum mempunyai perasaan yang mendalam seperti sekarang ini. Hanya perasaan biasa layaknya teman.

Kembali ke pesantren dengan perasaan berbeda, membuatnya sedikit janggal dan malu-malu karena mengingat ustad Ali yang pernah menyatakan cinta padanya. Entahlah, ini sebenarnya perasaan apa, kenapa Ann bingung sendiri ketika pipinya merona dan jantungnya berdebar ketika Ali memberikan senyum manis padanya tadi sore. Padahal sebelumnya mereka adalah dua orang yang selalu menghabiskan waktu bersama tanpa ada rasa canggung.

Tapi Ann kembali memikirkan tentang Asyifa, hal inilah yang membuatnya tidak bisa tidur, membayangkan Asyifa yang ternyata mempunyai perasaan pada Ali. Diliriknya Sita yang sudah memeluk gulingnya. Bagaimana kalau ternyata Asyifa dan Ali memiliki perasaan yang sama, saling suka, saling cinta. Dan Ali yang sedang membutuhkan hiburan karena ditolak cintanya, mulai menyukai kebersamaannya dengan Asyifa.

Asyifa adalah gadis yang baik, dia adalah salah satu orang yang juga membuatnya berubah kearah yang lebih baik. Dengan kesabarannya, Asyifa membantunya beradaptasi dengan pesantren dan segala peraturannya. Ilmu agamanya pun jauh lebih tinggi dari Ann, membuat Ann seketika merasa minder ketika membandingkan dirinya dengan putri Kiai Hasan itu. Asyifa adalah kesempurnaan dari seorang gadis dan hanya pemuda seperti Ali yang pantas bersamanya.

Mengingat hal itu, keraguannya terhadap perasaannya semakin besar. Sungguh ia ingin menebak perasaan Ali padanya. Tapi kembali pada Asyifa, membuat dadanya sesak. Membuat tanda tanya besar di kepalanya, apakah Asyifa juga mencintai Ali, dan apakah Ali sudah berpaling dari Ann dan membalas perasaan Asyifa.

Ia berharap besok, semua mendapat jawabannya. Apapun itu meskipun sakit, akan ia terima.

.



Setelah mendengar Kiai hasan dan umi sudah pulang dari Jawa tadi malam, Ann memutuskan menemui mereka di rumahnya. Akan terasa lebih lebih hangat dan berkesan menurutnya, bila ia menemui dua orang itu di rumah daripada di ruang guru di pesantren.

Salah satu asisten rumah tangga kiai menyambutnya dan mempersilahkan masuk, karena kiai, umi dan Asyifa masih berada di kamarnya masing-masing. Tapi ketiga penghuni rumah ternyata sudah berada di ruang makan. Dengan Asyifa yang menunduk, sedang berbicara pada abah dan umi.

Dengan menahan sesak di dadanya, setelah sebelumnya menguatkan hatinya untuk berbicara dengan kedua orangtuanya mengenai proses ta'arufnya dengan Ali. 

"Abah, Syifa tidak ingin memisahkan dua hati yang saling mencintai. Akan sangat jahat sekali jika Syifa memaksakan Ali untuk menerima permintaan abah. Cinta mereka begitu besar dan tulus. Syifa tidak ingin menjadi perempuan yang serakah yang dibenci Allah. Insyaallah Syifa ikhlas abah, Syifa ridho bila abah juga memberi restu untuk Ali dan Ann."

Suara dari dalam ruangan itu sayup-sayup terdengar oleh Ann yang duduk di ruang tamu, membuat kedua alisnya mengernyit ketika Asyifa menyebut namanya dan nama Ali.

Kiai Hasan dan Umi saling berpandangan, keduanya tidak menduga bahwa putrinya itu ingin membatalkan proses ta'arufnya dengan Ali. Kiai Hasan memang tidak pernah tahu tentang hubungan yang terjalin antara Ali dan Ann sebelumnya. Karena beliau pikir mereka hanya berteman biasa ketika Ann masih menjadi santri di pesantrennya. Ann dan Ali sudah Kiai anggap anak sendiri, karena itu Kiai dan Umi sangat menyayangi keduanya. Mendengar mereka saling mencintai sesungguhnya membuat kiai senang, tapi melihat Asyifa yang pasti terluka membuat dilema dalam hati kiai besar itu.

"Syifa, kamu yakin dengan keputusan kamu nak?" Umi memandang sendu putrinya. Perasaannya tidak jauh berbeda dengan kiai Hasan. Merasa iba karena Asyifa akan berkorban demi orang lain.

Asyifa mengangguk, menyakinkan kedua orangtuanya bahwa dia akan baik-baik saja.

Kiai Hasan bergetar melihat putri satu-satunya itu bisa bersikap dewasa dan bijak. Kiai tahu, di antara keputusannya merelakan laki-laki yang diinginkannya untuk bersama orang lain, hatinya tersayat. Dan kiai merasa bangga bahwa Asyifa tumbuh menjadi gadis yang tidak mementingkan perasaannya sendiri.

"Insyaallah kamu juga akan mendapat pasangan yang baik nak."

Lihat selengkapnya