Intan pergi ke rumah Ani membawa paper bag, Intan mengetuk pintu.
"Assalamu'alaikum," Intan mengetuk pintu lagi.
Ani sedang mencuci piring, Ani mendengar suara Intan. Ani pergi untuk membuka pintu, Ani tersenyum menyambut Intan.
"Waalaikumsalam, mbak Intan ada apa ya?" Ani tersenyum dengan ramah.
"Ini saya bawa cemilan buat kamu," Intan tersenyum memberikan paper bag pada Ani.
"Terima kasih, maaf mbak. Silahkan masuk," Ani tersenyum mempersilahkan Intan masuk, Intan duduk di sofa.
"Mbak mau minum apa?" Ani bertanya dengan sopan.
"Teh hangat saja," Intan tersenyum.
"Sebentar ya mbak," Ani pergi ke dapur dan membuat teh untuk Intan, Ani memberikan teh pada Intan.
"Dimana Yusuf?" Intan bertanya langsung pada Ani.
"Mas Yusuf baru saja pergi ke Kairo melanjutkan pendidikannya," Ani menjelaskan dengan sopan.
"Kamu disini sendiri? Tidak ingin mencari pembantu?" Intan bertanya dengan bingung.
"Tidak mbak, saya tidak ingin merepotkan siapapun lagi. Saya masih bisa mengurus rumah ini sendiri," Ani tersenyum.
"Kamu jangan tersinggung dengan pertanyaan saya, saya hanya khawatir dengan kamu. Perempuan yang hamil, seharusnya ada yang menemani. Jika kamu membutuhkan sesuatu, kamu bisa minta tolong pada orang lain." Intan menjelaskan.
"Saya paham maksud mbak Intan, terima kasih untuk perhatiannya. Silahkan minum mbak," Ani tersenyum.
"Iya," Intan minum teh buatan Ani.
"Ella sudah berangkat sekolah ya mbak? Saya lihat Ella sangat membenci saya, saya ingin mengobrol dengan Ella." Ani mengelus perutnya.
"Ella hari ini libur, tapi sekarang masih tidur. Biasanya bangun jam 8 setelah sholat shubuh," Intan menjelaskan.
"Kalau begitu, nanti sore saya bisa bermain ke rumah mbak? Saya ingin dekat dengan Ella," Ani menatap Intan penuh dengan harapan.
"Boleh, kamu main saja ke rumah nanti sore."
"Saya ingin minta maaf sama mbak, mbak pasti marah dengan yang saya dan mas Akbar lakukan. Saya juga menyesal sudah jatuh cinta dengan mas Akbar," Ani menundukkan kepalanya.
"Saya sedang berusaha memaafkan kamu, lagipula semua sudah terjadi. Kamu fokus saja pada calon bayimu, dan maafkan suami saya karena lepas tanggung jawab padamu." Intan menggenggam tangan Ani, Ani sedih menatap Intan.
"Mbak sangat baik, tidak seharusnya mas Akbar mengkhianati mbak Intan." Ani menghapus air matanya.
"Mungkin mas Akbar kurang bersyukur memiliki istri seperti saya," Intan tersenyum dengan hati yang sakit.
"Sekali lagi maaf ya mbak, saya janji. Tidak akan mendekati mas Akbar lagi, saya hanya mendapatkan kerugian mencintai mas Akbar." Ani mengelus perutnya dengan sedih.
"Kalau begitu, saya pulang dulu. Saya lupa belum masak untuk Ella," Intan tersenyum dan berdiri.