Bu Nyai meminta Mila membuatkan segelas teh tawar. Teh tawar yang dimaksud Bu Nyai adalah teh tubruk, ditambah beberapa kuntum bunga melati yang dipetik di samping Mushala Barat, kemudian diseduh. Tidak perlu waktu yang lama untuk membuatnya. Biasanya, Bu Nyai selalu menyeduh sendiri. Namun, akhir-akhir ini, kondisi kesehatan beliau semakin lemah. Pengaosan Al Quran yang biasa diampu langsung oleh Ibuk, diberikan kepada Mila. Sedangkan, setoran Juz Awal diberikan kepada menantunya, Ning dari Pondok Sidogiri yang sangat akrab dengan Mila. Menantu Ibuk yang cenderung ramah dan supel, sering menghabiskan waktu bersama Mila untuk mencari barang belanja harian untuk pondok. Sementara itu, Gus Khaidar mengajar di salah satu Perguruan Tinggi Ilmu Al Quran, lebih memiliki waktu yang sedikit untuk mengurus pondok. Abah Yai membebankan pengaosan Al Quran untuk santri putra agar diampu putra semata wayangnya. Di luar itu, Abah Yai menunjuk beberapa ustadz senior untuk mengampu pengajian kitab di pagi dan sore hari.
Sejak Bu Nyai sakit, Bu Nyai meminta Kang-kang Ndalem untuk membuatkan kamar dengan sekat kayu mahoni. Kamar yang dibuat selama tiga hari itu, diperuntukkan bagi Mila. Sebagai seorang ibu dari ratusan santri, dan juga ibu dari sepasang pengantin baru bagi putra dan menantunya, Ibuk tidak ingin merepotkan Gus Khaidar dan istrinya. Meski Ibuk kadang membutuhkan pertolongan kecil, Ibuk Nyai sering memanggil Mila. Dan, Mila menikmati interaksinya dengan perempuan sepuh yang amat ia hormati dan sayangi. Abah Yai juga terbiasa memanggil Mila, sebab selain tangkas, Mila juga sering dimintai pertimbangan. Terlebih sejak memiliki menantu, Abah dan Ibuk tak terlalu ingin mengganggu putra dan menantu kinasihnya. Maka, Mila lah yang menjadi santri kepercayaan, mengurus keperluan Abah dan Ibuk Yai. Pun begitu, ada lagi salah satu santri kinasih Abah Yai yang selalu menjadi andalan Abah dan Ibuk untuk tugas-tugas yang berkaitan dengan 'keterampilan laki-laki.' Jika Abah dan Ibuk hendak tindhak, entah itu mengisi pengajian atau memenuhi undangan, maka ada Kang Santri yang sudah pasti akan ditunjuk untuk nyopiri.
"Seger banget, Mil. Abah dibuatkan sisan, yo."
Mila mengembangkan senyuman. Bahagia, rasanya ketika teh yang dibuat dengan cara sederhana dinikmati oleh hamilul quran yang alamah seperti Ibuk.
"Sampun, Buk. Sebentar, saya taruh di meja deresan Abah," ujar Mila sumringah.
"Ho, oh, Mil. Aku kok ngantuk. Mengko bilango karo kang-kang santri, tivine kon mindah kamar, yo Mil. Tak nggo hiburan."
"Njih, Ibuk."
Ibuk tersenyum. Sungguh, tidak ada hal yang membahagiakan bagi orang sepuh, kecuali digugu, dilegani, apa yang diinginkannya. Dan, Mila bisa mempersembahkan itu kepada guru Qurannya, Abah dan Ibuk.
"Uwis, Mil. Aku tinggalen. Mengko, aku ngajak awakmu bar isya, maem bakmi jawa. Kowe wis rasah ngaos, yo Mil. Kancanono aku karo Abah."