Lyvia datang ke kantornya lebih pagi. Tak biasanya, ia menempuh jalan yang berbeda. Memasuki jalan sempit yang diapit oleh rerimbunan pepohonan dan rumah penduduk yang jarang-jarang. Adakalanya ia menghendaki kesunyian. Kesunyian yang benar-benar nyata. Juga menjalani sesuatu yang berbeda dari biasa.
Tidak ada gelombang radio lokal yang tertangkap dengan jelas. Baguslah. Jadi sepagi ini, ia bisa menikmati musik alam cukup dengan mematikan AC mobil dan membuka kaca mobilnya lebar-lebar.
Semalaman ia tertidur pulas. Rasa letih teramat sangat ternyata sangat membantunya berkelana sepuasnya di alam mimpi. Ia terbangun tadi pagi dalam kondisi segar bugar, tak tersisa lagi kepenatan lahir batin yang melandanya sejak kepulangan dari Tambelan. Jika ada yang masih menyisa di pikirannya saat ini, adalah segala informasi yang ia peroleh tentang perlindungan penyu.
Ya. Dunia maya terkadang memang melenakan. Seperti sebuah pengembaraan tak berujung. Sekali saja jemari menggiring untuk menelusuri informasi, jarang sekali bisa langsung berhenti, seringkali akan terus menjelajah, mencari dan menggali lebih dalam.
Dan hal yang sama ia alami kemarin. Pengembaraannya terhadap dunia satwa langka yang hidup di dua alam itu tidak hanya membuatnya terlena, tetapi juga seakan baru terbangun dan tersadarkan, bahwa ada kehidupan lain di muka bumi ini yang kian menipis habitatnya, yang memerlukan tangan-tangan manusia untuk melindungi dan menjaga. Tangan-tangan yang ironinya selama ini justru lebih banyak dipergunakan untuk membuat kehidupan mereka menjadi kian langka.
Lyvia menutup kaca mobil saat sinar matahari mulai membuatnya silau. Semakin jauh mengembara, rasa kagum Lyvia terhadap Annisa semakin dalam. Ia tak peduli lagi betapa anehnya rasa kekaguman itu. Toh tidak ada satu pun peristiwa di muka bumi ini beratas nama kebetulan belaka. Kemampuan yang ia miliki, “pertemuan”nya dengan Annisa, juga keberadaan sosok Fei di dalamnya, ia yakin, tak mungkin hanya sebuah benang merah tanpa alasan, melainkan ada sesuatu yang tengah menanti penyelesaian, ataupun setidaknya menggugah kesadaran, seperti yang ia alami saat akhirnya menginsyafi perjuangan Annisa membela kehidupan satwa-satwa langka nan ringkih itu.
Ups! Sosok bocah kecil yang tiba-tiba menyeberang jalan sontak membuat Lyvia menekan rem. Di saat bersamaan, tangannya reflek membuat gerakan memutar setir ke samping. Tubuhnya terdorong ke depan hingga keningnya hampir mencium gagang setir. Terdengar bunyi benturan keras dari arah kanan. Lyvia belum menyadari benar apa yang barusan terjadi saat mobilnya benar-benar berhenti. Kepalanya mendadak pusing, dan dalam sesaat, sekelilingnya terasa gelap.
Satu ketukan keras pada jendela samping adalah yang pertama kali menyadarkannya. Lyvia menoleh. Otot matanya otomatis tertarik ke atas. Fei berdiri di luar!
Lyvia membuka kaca. Rasa gemetar langsung merambati ulu hatinya saat mengenali mobil siapa yang sudah ditabraknya. Juga saat matanya menangkap sekilas siapa yang tengah duduk menunggu di dalam mobil. Itu atasan Fei. Dan mobil yang baru saja ditabraknya, tak lain adalah mobil berplat merah.