Apel kantor baru berakhir saat Fei tiba. Seperti biasa, Fei memang selalu terlambat. Namun, dia tidak pernah ambil pusing. Tidak apa-apa tunjangannya berkurang sekian persen, daripada waktu tidurnya yang harus berkurang.
Fei tidak langsung menuju ruangannya. Sesuatu menggelitik hatinya, menuntunnya masuk melalui gedung A. Bagian yang di dalamnya terdapat ruangan Lyvia.
Gedung A tidak seramai sayap kanan. Mungkin, karena bagian yang berada di situ memang mengurusi pekerjaan yang ‘kalem-kalem’, masalah organisasi, pemerintahan, ekonomi dan juga hukum. Berbeda dengan Gedung B. Tempat dimana divisi Fei berada. Selalu saja terdengar beragam bunyi, dari bagian umum yang tengah menyiapkan kudapan rapat, bagian keprotokolan yang orang-orangnya lebih sering berlari kesana kemari, ataupun ruangan Fei sendiri, yang selalu saja berselisih soal siapa yang akan pergi kemana. Siapa yang harus mendokumentasikan acara apa, siapa yang akan mendampingi pejabat A, dan siapa pula yang kebagian tugas menyunting foto. Entahlah. Terkadang Fei heran sendiri dengan manajemen di bagiannya. Awalnya dia bersyukur punya atasan dengan manajemen yang sangat fleksibel. Tetapi, adakalanya, kelonggaran itu juga menyusahkan.
Langkah Fei terhenti di depan ruangan Lyvia. Dia melongok sejenak. Ruangan itu tampak sunyi. Dua orang pegawai tengah sibuk dibalik kubikel masing-masing. Entah memang tengah serius bekerja, atau justru bermain game. CCTV yang ada tidak difungsikan untuk menjangkau seluruh ruangan. Jadi, tentu saja mereka masih leluasa untuk sesekali mencuri waktu dengan bersantai.
“Cari siapa Fei?”
Seseorang menepuk bahu Fei dari belakang. Ternyata Ian, salah seorang rekan Lyvia.
“Eh, nggak. Nggak ada,” jawab Fei, bersiap untuk pergi.
“Cari Lyvia?”
“Iya, eh, enggak. Maksudku, nggak terlalu penting kok. Kalau nggak ada, ya nggak apa-apa juga.”
Sial! Fei menelan ludah. Kemana perginya sikap tidak pedulinya selama ini? Mengapa dia mendadak gugup dengan tebakan Ian?
“Soal mobil Pak Darmin ya?”
Fei menoleh. Ternyata, Ian juga tahu?
“Bukan Lyvia sih yang ngomong,” ujar Ian, seakan tahu isi benak Fei. “Ada yang kasih tahu anak-anak. Sepertinya dari ajudan beliau.”