Menembus Bayang

Riawani Elyta
Chapter #24

Rencana #24

Beberapa pria - sebagian masih mengenakan sarung- bergegas menghampiri mereka. Pak Burhan maju selangkah, memasang sikap waspada.

“Eh, Pak Burhan. Ape mike (kalian) buat di sini? Nak (mau) ikut ambil telur-telur juge?” tanya salah seorang dengan ekspresi kurang senang.

Ye, kami memang nak ambil telur, tapi bukan untuk dijual. Melainkan untuk dibesarkan menjadi tukik.”

“Oh ye?” Seorang pria lain berkacak pinggang. “Betul ke tidak tu? Jangan-jangan mike nak jual, konon saje nak besarkan.”

Terdengar suara deham. Asalnya ternyata dari Samsul. Pria itu melepas topi yang sejak tadi dia pakai, dan kini berdiri di sisi Pak Burhan.

“Eh, Pak….Pak Camat.” Pria yang berkacak pinggang tampak terkejut. Begitu juga pria-pria yang lain. “Ma…Maaf, kami tak tahu ade Pak Camat.”

“Ini…ini bu Sekcam bukan? Yang belum lame pindah ke sini?” Salah seorang yang lain menunjuk ke arah Lyvia dengan ekspresi sedikit gugup. Lyvia mengangguk. Berusaha tersenyum meski bibirnya sedang enggan diajak kompromi.

“Apa kalian masih berpikir kami mau mencuri?” Nada suara Samsul meninggi dan terdengar berwibawa. Matanya menatap tajam kepada pria-pria yang baru saja menuduh mereka akan mencuri telur.

“Bu..bukan begitu, Pak. Bapak jangan salah paham.” Pria yang pertama mengenali Samsul berusaha meluruskan. “Belakangan ni, yang ambil telur di sini bukan hanye warga Derawan. Tetapi juga dari pulau-pulau yang lain. Pernah juge ade yang mengaku nak besarkan jadi tukik, tapi kemudian kami dengar kabar, die bawa ke Kalimantan. Dah makin berkuranglah peluang warga sini nak ambil telur, Pak.”

“Kalian sudah tahu bukan, kalau mengambil telur penyu dan sisik untuk dijual, itu melanggar undang-undang? Lantas, kenapa kalian masih juga melakukannya?”

Kali ini nada suara Samsul lebih dari sekadar berwibawa, tetapi mulai diselipi intonasi kemarahan. Tidak ada yang langsung menjawab, sampai kemudian salah satu dari mereka memberanikan diri untuk bersuara. “Kalau tidak dari menjual telur, kami bise nambah duit dari mane, Pak? Saat musim angin utara, kami tak bise melaut.”

“Akan ada jalan keluar kalau kalian mau berusaha. Sekarang saya mau kasih kalian pekerjaan.”

“Pekerjaan ape tu, Pak?” tanya seorang pria yang bertubuh paling tambun.

“Kalian bantu kumpulkan telur-telur ini malam ini. Dan malam-malam berikutnya. Pokoknya kalian harus jaga pantai ini dari para pencuri telur. Sekarang sedang musim penyu bertelur. Kalau kalian belum punya keramba, antarkan saja pada Pak Burhan. Ini untuk kalian beli solar.” Sambil mengatakan itu, Samsul mengeluarkan dompetnya, menyerahkan beberapa lembar lima puluh ribuan kepada sang pria tambun. “Tapi ingat, jangan coba-coba pakai uang tu untuk hal lain. Saya akan monitor pada Pak Burhan perkembangannya. Jika kalian tidak melakukannya, siap-siap je lah semua proyek untuk pembangunan Derawan tahun ni saye pindahkan ke pulau yang lain.”

Para pria itu saling pandang, lalu mengangguk.

“Sekarang bantu kami pungut telur-telur ini. Kami akan bawa ke Tambelan malam ini juga.”

Para pria itu dengan sigap mengumpulkan telur, seakan itu telah menjadi bagian pekerjaan mereka sejak lama. Lyvia melirik ke arah Fei. Pria itu tetap mengunci bibirnya, namun sejak tadi, disadarinya kalau Fei konsisten beraktivitas dengan kameranya, menjepret dari berbagai sudut, entah hingga berapa puluh kali.

 

**********

 

Keesokan harinya,

Lihat selengkapnya