Bismillâhirrahmânirrahîm
Palestina adalah Tanah Suci. Tidak hanya karena merupakan tonggak perjalanan suci Nabi Muhammad Saw. menemui Allah Swt. dalam Isra Mikraj, tapi juga karena Palestina adalah Tanah Kelahiran Tiga Agama Serumpun—Yahudi dan Nasrani, serta Islam— (walau Islam lahir di Jazirah Arabia, namun keterkaitannya dengan Masjidil Aqsa sebagai kiblat pertama umat Islam, sangat erat). Kesucian Palestina, dengan demikian, harus dipelihara dan dilestarikan. Namun, sejarah menunjukkan hampir satu abad Tanah Palestina membara penuh prahara.
Memang konflik di Palestina, antara Bangsa Palestina (Arab) dan Bangsa Yahudi, bersifat kebangsaan, namun dimensi keagamaan tidak dapat dihilangkan. Sesungguhnya mereka adalah keturunan Ibrahim a.s., lewat istri pertamanya Siti Sarah yang melahirkan Bani Israil dan istri keduanya, Siti Hajar yang melahirkan Bangsa Arab. Maka, tidaklah salah jika ada yang mengatakan bahwa konflik itu adalah antara anak-cucu Ibrahim.
Namun, faktor luaran tidak dapat dinafikan. Kebijakan yang tidak bijak dari Penjajah Inggris yang membuat tapal batas di banyak negeri-negeri Muslim selepas Perang Dunia, ikut mewariskan bom waktu pertentangan. Begitu pula, sikap bangsa-bangsa Barat, termasuk Amerika yang menampilkan standar ganda (bahkan keberpihakan kepada salah satu pihak) telah menjadikan masalah Palestina tak kunjung selesai. Dunia tidak berdaya menghentikan Zionis Israel. Berbagai resolusi PBB mandul tanpa wibawa. Israel mendapat perlindungan negara-negara Adidaya, atau sesungguhnya Israel sangat digdaya pada negara-negara itu?