Menemukan Cinta Yang Hilang

nurul wala halabia
Chapter #2

2. Infinity


♥♥Jakarta♥♥

"Kurasa kita tidak boleh melewatkan kesempatan ini hanya karena kita harus bekerja di Jakarta," tegas Fanie saat tim utama Rose Quartz sedang duduk di ruang rapat.

Evan memijat dahinya.

Yogyakarta. Kota yang telah merenggut dunianya. Kota yang tak pernah ia kunjungi sejak kepergian kekasihnya. Kota yang ia benci dengan segenap jiwanya.

"Kita sudah banyak mendengar tentang Serenity Hyperbotics." Sela memainkan penanya, "Bekerja sama dengan mereka jelas menjanjikan keuntungan besar."

"Lagipula, dalam pernyataannya, mereka mengatakan bahwa ini akan menjadi proyek yang besar dan panjang," tambah Ryan.

"Tepat sekali," Delia menjelaskan, "Proyek yang panjang. Kami bahkan tidak punya cabang di Yogyakarta. Tidak seperti proyek antarkota atau luar negeri kami yang lain yang bisa kami tangani dari Jakarta. Mereka bilang ingin kami tetap di Yogyakarta dan bekerja."

"Ya, itu masih bisa diperdebatkan." Edgar mengangguk, "Bahkan jika kita melupakan urusan cabang, kita tidak bisa begitu saja meninggalkan kantor pusat kita di jakarta selama berbulan-bulan."

"Di luar topik, tapi tahukah kalian kalau CEO Serenity itu anonim?" Henry angkat bicara, "Dia tidak pernah muncul dalam interaksi sosial apa pun."

"Kurasa itu bukan urusan kita." Ryan menyatakan, "Kita akan bertemu CEO-nya nanti. Siapa pun dia, tidak masalah."

"Dan soal tinggal di Yogyakarta, kita bisa bepergian sendiri-sendiri." Fanie menyarankan, "Tentu saja kita akan pergi ke pertemuan bersama. Kalau semuanya lancar, kita bisa bolak-balik dari Yogyakarta ke Jakarta, lalu kembali ke Yogyakarta secara berkelompok, masing-masing 3 atau 2 orang."

"Ya, dan punya cabang di sana tidak wajib." Sela menjelaskan, "Kami akan tetap menuntut tempat kerja yang layak dan aku rasa mereka tidak akan menolaknya. Lagipula, kami punya cukup tenaga kerja dan kontraktor di Yogyakarta meskipun kami tidak punya cabang di sana."

"Kak," Fanie merujuk pada Evan, "Jangan campurkan urusan pribadi dan profesional kita. Kesepakatan ini akan sangat membantu perekonomian perusahaan kita."

"Hmm." Evab mengangguk, "Tapi mereka tidak mengungkapkan struktur apa yang sebenarnya ingin mereka bangun."

"Aku mengadakan pertemuan virtual singkat dengan Manajer Utama mereka, Tuan Rafael, atau yang biasa disebut rafa," ujar sela. "Beliau bilang ini proyek rahasia, jadi mereka tidak bisa begitu saja mengungkapkan strukturnya, tapi beliau memberikan gambaran kasarnya untuk kenyamanan kita."

"Bukan cuma satu gedung," lanjut Delia, "Mereka ingin membangun beberapa bangunan dalam satu arena besar. Semacam kota mini, tapi mereka harus memasukkan kreasi baru mereka ke dalamnya."

"Itulah alasan kolaborasi ini," lanjut henry, "Surat itu mengatakan bahwa mereka ingin keindahan desain kami berpadu dengan kreasi teknologi mereka."

"Ini semacam kota pintar mini, tapi dengan lebih banyak kemajuan teknologi," pungkas ryan, "Mereka baru akan mengungkap produk mereka setelah kontrak ditandatangani karena hari peresmian kota pintar itu akan menjadi hari mereka memperkenalkan karya-karya baru mereka."

"Dan mereka ingin kami mengunjungi mereka karena mereka bersedia menunjukkan area di mana kami harus merancang strukturnya." sela menggulir tabletnya, "Masuk akal."

"Baiklah." Evan mendengus, "Kurasa kita harus mencobanya."

"Syukurlah kak kau setuju." Fanie menghela napas lega.

"Ya, balas mereka dengan jawaban positif dan tentukan tanggal pertemuannya." Evan memerintahkan, "Kita akan pergi ke Yogyakarta."


♥♥ Yogyakarta ♥♥


"Kak!" Suara riang diikuti tawa kecil terdengar di kabin Zara.

"Oh Jihye?" Wajah zara berseri-seri, "Selamat datang, selamat datang!"

Jihye adalah sosok lain yang dulu dikagumi zara. Usianya 20 tahun, dan ia sudah seperti adik laki-laki baginya, yang mampu membangkitkan semangat kakaknya dalam situasi apa pun.

"Lihat, aku membeli kue keju untuk kita hari ini," Jihye berjalan menuju mejanya, "Silakan makan."

"Oh, aku baru saja sarapan dan minum kopi." zara bergumam, "Simpan saja, nanti aku makan."

"Aku ingin makan bersamamu," rengek Jihye.

"Baiklah." zara menerima porsinya dan menikmati hidangan penutup bersama adiknya.

"kak, kapan kita belanja? Aku mau beli baju baru dan jam tangan juga," tanya Jihye lembut.

"Kita akan pergi minggu ini." Zara mengacak-acak rambutnya, "Aku janji."

"Kau juga sudah berjanji padaku terakhir kali," rengek Jihye.

"Dan aku mengajakmu keluar, kan? Kami membelikanmu sepatu dan aksesori." zara tersenyum.

"Tapi bukan pakaian dan jam tangan."

"Ya, kami akan pergi akhir pekan ini, jangan khawatir."

Lihat selengkapnya