Pengalaman pahit dan manis bisa dijadikan suatu cerita yang nyata. Bukan sensasi atau pun rekayasa. Banyak hikmah yang bisa dijadikan pelajaran. Bukan menggunjingi, tetapi ini adalah ingin menuangkan ide menjadi tulisan.
Semua ini kujadikan pelajaran hidup untuk diri dan kakakku. Cerita ini sudah lama diceritakan oleh ibu. Baru kali ini dituang dalam coretan penaku yang penuh makna dan deraian air mata.
Terkadang roda kehidupan itu bisa di atas bisa di bawah. Jangan menyalahkan dan sesalkan semua yang telah terjadi. Semua itu telah diatur oleh Sang Illahi Rabb.
Tinggallah seorang perempuan muda, perempuan paruh baya, dan ketujuh anak yang masih kecil. Tinggal di desa terpencil dan rumah papan, tanpa beralaskan lantai dan tanah.
Tanpa ada listrik yang menerangi pada malam hari, menggunakan lampu botol. Ke manakah sang suami pergi? Apakah perempuan itu kuat menghadapi kehidupan tanpa seorang suami di rumah?
Apalagi harus menghidupi delapan orang dalam rumah. Ya Allah, betapa Engkau memberikan ujian kesabaran ini. Sementara sang suami merantau bertahun lamanya tak kembali.
Lantas apa yang dikerjakan oleh perempuan itu, demi menghidupi ketujuh anaknya? Apakah ia mengemis-ngemis? Atau pasrah gitu aja? Apakah keluarganya membantu dan memberikan rezeki kepadanya? Tentu tidak jawabannya.
Jika perempuan itu ada di posisi pembaca, apakah sanggup menghadapi kemelut dalam kehidupan keluarga kalian?
Perempuan muda itu berkulit putih, cantik, rambut lurus, dan kuat bak seorang perkasa. Ya, dialah perempuan yang kuat menghadapi ujian hidup dan harus berjuang demi ketujuh anaknya.
Banting tulang demi mencari sesuap nasi. Pekerjaan yang begitu susahnya, harus ia kerjakan sendiri. Mulai menanam padi di sawah, memupuk, dan memanen.
Bahkan memikul satu karung padi pun ia sanggup. Ia bak lelaki perkasa. Itu semua agar ketujuh anak bisa makan bersama ibunya tercinta. Gegara enggak punya ijazah sekolah, perempuan itu berjuang dan terjun ke sawah. Sanggupkah pembaca seperti itu?
Siapakah perempuan muda ini? Apakah ia akan sanggup melawan derita hidup? Apakah ia sanggup memberi kehidupan ketujuh anaknya? Perempuan itu berjuang dengan mencari rezeki yang halal.
Ia beda dengan yang lainnya. Hanya Tuhanlah Yang Maha Tahu. Perempuan muda itu adalah ibuku sendiri. Ibu adalah sang mentari buat kami.
Untuk makan sehari saja terkadang ada, terkadang harus menanggung lapar. Penuh dengan sabar. Makan nasi dicampur minyak kampung dengan garam pun itu, membuat kami masih bisa bersyukur.
Bahkan ibu harus buang malu mencoba meminjam beras atau pun uang di tetangga. Apakah ibu berhasil meminjam beras dan uang kepada tetangga? Ada beberapa tetangga yang baik, adapun yang sedikit pelit.
Ibu berkutat ke sawah setiap harinya. Berangkat setelah Subuh pulang pun menjelang Magrib, ibu baru berada di rumah. Semua ia lakukan agar kami bisa makan dan tumbuh menjadi dewasa.
Ibu mempunyai prinsip selagi masih bisa berusaha, selagi itu pun tak mau ngemis-ngemis kepada siapa pun juga. Ia tak lulus SD karena dulu sekolah susah.