MENERJANG BADAI DI BALIK PELANGI

Jamaludin Rifai
Chapter #8

PART 8 GAJI PERTAMAKU

“Janganlah takut pada kegagalan, karena kegagalan adalah guru terbaik untuk kita jadikan sebagai motivasi untuk terus berjuang.”

 

Dulu pernah aku merasakan betapa susahnya enggak pegang uang sama sekali. Pegang uang pun nanti ibu tercinta datang dari Limboto.[1] Baru senang dapatkan uang sebesar Rp5.000.

Itupun sudah merasa bersyukur dan senang banget. Sangat jarang pegang uang. Jangankan pegang uang, makan saja agak susah. Karena tinggal bersama dengan kakakku.

Hidup begitu susah, masak nasi saja untuk kita berempat satu liter itu pun sampai malam. Harus makan ada kadarnya. Walau pengin menambah, tetapi harus ditahan. Untung saja kakak anaknya baru satu, kala itu masih berumur sekitar tiga tahun lalu. Anak mereka perempuan.

Ya, itulah keponaanku. Masih anak-anak kulit putih seperti kedua orang tuanya. Setiap hari suka menangis jika kemauannya enggak dituruti. Hehe.

Aku pun sayang pada keponaan itu. Lucu dan cerewet, terkadang menjadi penghibur di dalam rumah.

Semua aku syukuri, dibandingkan mungkin ada kehidupan orang lain yang belum tentu seberuntung sepertiku, yang bisa merasakan makan dalam sehari. Patut bersyukur masih Allah berikan rezeki.

Singkat cerita aku pengin sekali mempunyai uang sendiri, karena bingung harus kerja dimana. Sedangkan kala itu baru masih terlalu kecil.

Masih bingung cara mendapatkan uang. Akhirnya mendapatkan info dari tetangga dan sekaligus mereka kawanku juga.

Ya, mereka itu adalah; Irma, Evi, Sulimah, Hamdan, dan aku sendiri. Mereka mengajakku untuk mengisi polibek, per polibek di harga Rp300. 

Bagiku uang itu sangat berharga yang penting halal, mengisi polibek untuk ditanami pohon jati. Maka aku langsung mau diajak sama mereka untuk kerja, tetapi setelah pulang dari sekolah atau pas hari Ahad. Uang itu sangat berharga dan betapa senangnya ketika dulu.

Lihat selengkapnya