“Hidup itu butuh proses dan tidak ada yang seintas seperti mie instan. Jika disedu begitu langsung jadi. Jadi, hidup yang sesungguhnya adalah menebarkan kebaikan di muka bumi ini.”
Lokasi kami saat PRAKERIN tepatnya di desa Tumbuoo.[1] Kami sekitar berapa orang siswa ditugasi untuk PRAKERIN di situ. Alasannya karena di tempat show window, sebagai kebun percontohan pertanian yang subur. Komoditas tanaman yang menonjol yaitu jagung hibrida.
Masih zaman Pak Fadel Muhammad menjabat sebagai Gubernur Gorontalo pada saat itu. Jadi, kebun percontohan di desa Tumboo terbilang sukses dan subur akan tanahnya.
Tanamannya pun berkembang bagus dan buah besar-besar. Namun, belum ada listrik. Itupun masyarakat desa setempat menggunakan mesin gedset untuk menerangi penerangan pada malam hari.
Aku tinggal dengan kerabat keluarga, enggak tinggal bersama kawanku di lokasi. Lumayan jauh juga, sih. Tetapi itu yang membuat mereka merasa marah padaku.
Karena enggak tinggal bersama mereka. Jika punya kegiatan aku pun ikutan gabung. Jika enggak memilih banyak di rumah. Hehe.
Banyak gadis desa yang cantik-cantik . Sampai mereka pun akhirnya ada yang jadi cinlok dengan kami hehe. Hanya aku dan kawan bernama Arafik saja yang mendapatkan gadis cantik yang kita sama-sama sukai.
Awalnya aku dan Arafik enggak saling tahu menahu, gadis yang kita sukai itu ternyata orang yang sama. Melihat si gadis mulai setiap malam sering nonton bareng.
Aku enggak tahu kalau gadis ini disukai oleh Arafik. Aku sering mengajaknya mengobrol bareng, saat itu belum mengatakan isi hati ini. Karena belum punya keyakinan dan takut nanti isi hatiku ditolak. Maka timbullah ide gila dan kekonyolanku dari benak pikiran pada saat itu.
Arafik pun enggak pernah bercerita denganku jika di desa itu ada gadis yang ia suka juga. Dan aku pun enggak pernah cerita dengan Arafik.