Mengabadilah Bersamaku

E. N. Mahera
Chapter #3

Puntung Sigaret

SETELAH KEJADIAN DI Solo, pemakaman Om Jam Tangan, lalu aku dan Aina makan di Kedai Rasa Abadi dan berkencan untuk terakhir kalinya di Jakarta, hidupku tak karuan. Hari-hari lepas begitu saja. Tak ada suara, tak ada cerita, tak ada peringatan, tak ada seminar kesehatan, tak ada Aina. Aina dan aku putus hubungan tanpa kata-kata setelah kencan terakhir kami mengelilingi Kota Jakarta. Barangkali kami sama-sama tahu bahwa tali yang sedemikian rupa kami ikat sudah seharusnya dilepas dan berharap bahwa rasa cinta itu lekas menjadi ampas.

Sesuai permintaan Aina, dua hari setelah kencan terakhir kami, aku menyuruh orang untuk mengantar mobil Aina ke apartemennya. Dan hari itu, pukul 20.21, Aina mengirim pesan singkat kepadaku:

·        Barang-barang kamu masih di sini

Tak kujawab.

Pukul 23.11, muncul pesan lagi:

·        Mas Billy

·        Kangen

·        Pengen dipeluk (emoji air mata)

Tak kujawab lagi. Hanya kutatap layar ponsel sambil mengenang sikap Aina ketika aku tak membalas pesannya atau aku hilang kabar. Aina sangat benci aku hilang kabar. Aina bahkan pernah terbang dari Jakarta menyusulku ke sebuah perkebunan sawit di pedalaman Sumatera hanya gara-gara aku hilang kabar dua hari. Saat itu aku bukan sengaja, memang di tempat itu tak ada sinyal, dan banjir besar membuat jembatan putus sehingga aku terjebak di pedalaman dan tak bisa pulang ke kota untuk kembali ke Jakarta. “Aku nggak suka, ya, Mas, kamu hilang kabar! Aku cuma ingin tahu kamu di mana. Kalau kamu hilang kabar, aku kepikiran, Mas. Aku khawatir kamu kenapa-kenapa. Kamu mau nggak ada kabar seminggu juga nggak masalah, asal bilang kamu di mana. Kalau ‘emang di tempat itu nggak ada sinyal, sebelumnya kamu harus bialng, ‘Mbak, aku di sini, mungkin sampai jam segini atau sampai hari ini aku nggak akan aktif karena nggak ada sinyal.’”

Dan biasanya, ketika sebuah pesan tertanda aku telah membacanya tapi tak menjawabnya, maka aku harus ikut sesi satu jam interogasi dan satu jam sesi seminar awet hubungan dari Aina, seakan alpa membalas pesan setara dengan mengambil hak hidup manusia lain.

 

Jalan terbaik yang kupikirkan setelah kencan terakhir itu adalah kami harus putus kontak, itu yang terbaik, kami akan kembali seperti semula jika aku mendengar suara Aina atau menatap matanya.

Lihat selengkapnya