Hal pertama yang dia katakan kepada dirinya sendiri adalah, "Saya sudah di ranjang lagi." Sudah puluhan kali dia pingsan di lantai dan terbangun di ranjang. Pasti mereka bertiga lagi yang mengangkatnya dari lantai ke ranjang.
Mengapa mereka melakukan itu? Jika mereka sungguh menyayanginya, seharusnya mereka membiarkan dia mati saja. Dia lelah. Sangat lelah. Sungguh sangat lelah. Jika mereka tidak bisa memberi Restu kepadanya untuk menikah dengan laki-laki yang dia cintai, seharusnya mereka membiarkan dia mati saja. Dia lelah. Sangat lelah. Sungguh sangat lelah. Dia ingin mati, tapi dia enggan bunuh diri.
Tiga hari lagi genap satu bulan, satu bulan dia sendiri di dalam kamar ini, dikurung sendiri, tanpa teman bicara, tanpa keluarga, tanpa kakak, tanpa mama, tanpa papa. Sendiri.
Dia telah membenci keluarganya. Dia membecinya papanya, mamanya, kakak perempuannya. Mereka yang mengurung dia di sini. Papanya tak benar mencintainya. Mamanya perempuan yang tak punya sikap; hanya diam melihat anak perempuannya menderita. Kakak perempuannya juga terlalu angkuh dengan keimanannya.
Dia masih punya satu kakak kandung lagi. Kakak laki-laki. Yang mungkin saja adalah harapan terakhirnya. Kakak yang selalu melindunginya. Kakak laki-laki yang selalu menuruti semua permintaannya. Kakak yang tak mungkin membiarkan adik bungsu tersayang menderita seperti ini.
Namun, kakak lelakinya itu tak sampingnya. Ia sudah pergi selama berbulan-bulan. Entah masih hidup atau tidak di antah-berantah sana. Dia ingin kakaknya pulang dan mengeluarkannya dari kamar ini.
Memikirkan kakaknya, gadis itu jatuh dalam mimpi lagi.