AKU MEMATUNG DI depan hujan seorang diri. R. masih di dapur menyiapkan mi goreng untukku.
Selama memandangi hujan, banyak hal berseliweran di dalam pikiranku. Hujan itu benar, Kecere benar, Kak N. benar, R. benar. Aku harus menemui Aina sekali lagi. Aku sudah lelah dengan kesepian. Aku muak dengan pikiranku sendiri. Aku ingin berteriak. Ingin sekali. Aku bosan. Aku lelah. Aku muak. Aku hanya ingin berteriak di depan hujan.
Akubosanakumuakakulelahakulelahakumuakakumuakakubosanakumuakakulelahaklelahakumuakakubosanakumuakakulelahakumuakakubosanakumuakakulelahakumuakakubosanakumuakakulelahakulelahakulelahakumuakakulelah.Rasanya mungkin seperti itu. Memikirkan (membaca) hal-hal yang sama tanpa pola dan kejelasan membuat kepalaku rasanya akan pecah.
Aku kembali ke tempat duduk lalu meraih koin Rp500 itu lagi. Kutatap koin itu cukup lama. Akan kupasrahkan nasibku kepada koin itu. Tapi kali itu, aku melakukannya secara berbeda dari tiga undian sebelumnya. Burung berarti tidak pernah bertemu Aina lagi. Angka berarti temui Aina sekarang juga. Kali itu aku menaruh nasibku kepada Angka, bukan burung.
Setelah satu tarikan napas kulempar koin Rp500 itu ke udara lalu menahan napas sampai koin itu jatuh di lantai, bukan di meja. Koin itu menggelepar sebentar, lalu tampak Angka 500 dan tulisan Bank Indonesia.