MENGAKU BAPAK

paizin palma p
Chapter #2

1. Dadah, Mantan

Namanya Iman. Walaupun namanya terkesan religius, dia tak cukup sholeh untuk menanggung beban nama Iman. Sejauh ini, sholat Subuhnya masih satu kali sehari kok, belum lebih. Juga dia bukan tipikal bad boy yang kalau dewasanya nanti cocok jadi pemeran suami azab di Indosiar--balik lagi, seenggaknya Iman masih sholat ....

Iman cuma cowok biasa, enggak ganteng pula, tapi hidup. Karena kenyataannya begitu. Dunia ini kebanyakan diisi oleh mayoritas manusia yang biasa-biasa, seperti kamu. Tapi, apakah dengan menjadi orang biasa menjadikan Iman enggak penting? Kalau iya, berarti kamu ..., juga?

Bagi kebanyakan orang, kehidupan Sma dimulai setelah bel pulang sekolah. Tapi bagi Iman, justru sebaliknya. Kehidupannya malah berakhir setelah bel pulang.

Sebagaimana remaja SMA labil pada umumnya, bagi Iman waktu luang adalah segalanya. Dia selalu iri melihat teman seumurannya yang bisa bebas berkeliaran sepulang sekolah, sementara dia tidak. Karena ada seseorang yang mengharuskan dia untuk segera pulang: Bapak.

Iman sama seperti remaja umumnya, yang sedang dalam pencarian jati diri, butuh bergaul sana-sini, bisa pacaran (bagi yang laku). Bedanya, dia punya tanggung jawab untuk selalu jaga Bapak setiap dia punya waktu yang enggak dipakai buat sekolah.

Bapak sejak lama sudah lumpuh. Iman enggak ingat sejak kapan, yang pasti dia dari kecil sudah tahu kalau Bapak hanya bisa berkedip. Bisa sih bicara. Tapi tingkat kemampuan bicara Bapak tak lebih baik dari orang ngigau. Bapak sakit apa? Percuma kalian tahu, enggak bakal bisa bantu juga ....

"Man, pulang sekolah kita mau ngapain?" tanya Bella di kantin saat istirahat.

Mereka baru jadian tadi pagi, enggak sengaja. Sama kayak di FTV, dua orang asing yang tak mengenal satu sama lain saling tatap setelah kedua bahu bertemu. Bedanya, kalau di FTV yang tabrakan bahu ketemu bahu, si Iman malah bahu ketemu bemper mobil Bella.

"Man? Pulang sekolah kita mau ngapain?" ulang Bella lagi.

"O-oh pulang sekolah?" Iman tersadar dari lamunan. "Pulang, ya pulang. Ngapain lagi emang?"

"Ih, kok gitu? Kita kan mau ngerayain hari jadian kita ..., jangan-jangan lo lupa kalo kita pacaran?" kata bella, aslinya menyatu tak senang.

"Lo kenapa mau jadi pacar gue?" tanya Iman.

"Ya, gue khawatir lo kenapa-kenapa."

"Gue gak apa-apa, gak ada bagian tubuh gue yang patah," Iman meraih garpu lalu menusuk siomay pesanannya yang baru tiba, lalu melahapnya, "ehm ..., jadi lo gak harus maksain diri jadi pura-pura pacar. Gue gak nuntut pertanggungjawaban lo dalam bentuk apa pun, bel ...."

Lihat selengkapnya