MENGAKU BAPAK

paizin palma p
Chapter #6

5. Cita-Cita

Satu lagi pagi hari yang tenang datang. Iman, dengan ceria menyambut jam-jam penuh kebebasan sebelum jadwal menjaga Bapak nanti siang.

Seperti biasa, Iman selalu menyempatkan diri pamit pada Bapak. Meskipun lumpuh, Bapak sudah terbiasa hidup produktif dengan bangun pagi-pagi. Sekaligus juga karena Bapak enggak mau ketinggalan acara kartun pagi sih ....

"Pak, Iman sekolah dulu, ya," kata Iman. Dia mengambil tangan Bapak, lalu menyalaminya. "Jangan kebanyakan nonton youtubers di TV, terus nge-prank kayak kemaren. Keseringan nonton Atta Putra Petir pasti ...."

Bapak berkedip satu kali, yang dalam bahasa manusia kira-kira berkata, "Iya, tau ...."

"Pak, Iman pamit, ya."

Bapak berkedip satu kali, tapi kali ini ditambah suara menggeram karena jenis suara seperti itu yang bisa Bapak buat. Mungkin, kalau diterjemahkan artinya, "Kamu kok ngeselin lama-lama? Iya, bawel ...."

Iman berpikir sejenak. Dia sedang menimbang, apakah bijak untuk membalas perlakuan Bapak kemarin. Tapi, bodoh amat. Wajar kalau dia kekanak-kanakan, toh dia masih SMA.

Iseng, Iman pun menggambil remote TV. Dia mengganti saluran kartun ke saluran film horor.

Bagi orang lain, mungkin ini persoalan mudah. Tapi bagi Bapak, yang bicara saja mirip suara orang ngigau, satu-satunya hal yang bisa dilakukan adalah merem sepanjang waktu.

"Dah, Bapak," ujar Iman tersenyum puas.

Iman kemudian beranjak ke luar kamar. Di depan pintu, dia sempat berpapasan dengan Ibu. Kedua tangannya sibuk membawa nampan makanan Bapak.

"Bu, Iman ikut bimbel, ya. Makin ke sini nilai Iman kan makin turun. Boleh kan ya, masa depan anak sekali-sekali dipikirin."

Lihat selengkapnya